KETIK, SURABAYA – Sentra wisata kuliner (SWK) di Surabaya kian hari terus berkembang. Di setiap kecamatan dan kelurahan minimal ada SWK. Pedagang yang mengais rezeki di tempat ini asalnya sebagian besar pedagang kaki liima. Sebelumnya pedagang K5 (kaki Lima) tersebut sebagian besar menempati pendistrian yang ada di jalan.
Sampai sekarang di kota ini masih banyak pedagang K5 yang bermunculan. Agar bisa bersaing dengan pedagang K5, maka pengelola SWK perlu adanya inovasi agar di tempat tersebut ramai dan berkembang.
Meski sudah banyak SWK dibangun tidak semuanya ramai pengunjung. Hal ini disebabkan calon pembeli kuliner lebih suka beli makanan dan minuman yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Apalagi adanya warkop (warung kopi) yang tumbuh menjamur di mana-mana.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus berusaha memperhatikan pembangunan sentra kuliner tersebut. Di sentra kuliner ini bentuk bangunannya berbeda antara satu sentra kuliner dan sentra lainnya. Yang masuk bangunan sentra kuliner akan terasa nyaman bila dibandingkan dengan membeli makanan di K5. Kebersihan di sentra kuliner bisa dikatakan terjamin dan halal.
Surabaya memang sudah pantas dikategorikan kota kuliner. Hal ini terbukti di setiap jalan dan tittik tertentu banyak penjual makanan dan minuman. Bukan saja kuliner khas Surabaya. Menu makanan dan minuman khas dari luar Surabaya dan luar Jatim tersedia di Surabaya.
SWK di saat sepi pengunjung, pengelola harus kreatif. Mereka bisa bekerja sama dengan UKM, bersinergi untuk memasarkan barang dagangannya di sentra kuliner tersebut. Ditambah lagi ada selingan hiburan. Misalnya setiap malam hari tertentu ada hiburan. Dampaknya bisa menarik pengunjung yang datang di lokasi SWK tersebut.
Sebagai salah satu contoh WSK yang bisa menarik pengujung adalah di SWK Karah Agung, Manukan Lor dan SWK di Terminal Manukan yang terletak di Kelurahan Candi Lontar. Pengelola membuat daya tarik sendiri yakni orgen dan keroncong pada hari-hari tertentu. "Kalau ada hiburan omzetnya lumayan, bisa ada peningkatan. Pengunjungnya lumayan banyak," ujar Bu Santi, salah satu pemilik stand kuliner.
Konsep pembangunan SWK di Surabaya sementara ini masih dibangun dengan desain modern. Bangunan SWK belum ada yang menempati lahan yang luas. Sementara bangunan SWK belum ada yang menyiapkan sedikit lahan untuk permainan anak-anak. Pihak Pemkot nampaknya kesulitan mencari lahan untuk mengembangkan SWK tersebut.
"Di bangunan SWK perlu ada AC dan sarana tempat bermain anak-anak. Kalau ada fasiltas seperti itu pengunjung yang masuk akan terasa lebih senang," kata Ahmad Yudo Wilaqo, Camat Jambangan kepada awak media.
Berdasarkan pengamatan ketik.co.id di beberapa tempat SWK yang masih sepi pengunjung. Para penyewa stand banyak yang berjualan pada pagi hingga sore hari. Sementara malam hanya ada beberapa stand kuliner saja yang buka.
Beberapa pedagang kuliner di Terminal Manukan mengeluh karena banyak pedagang luar bagunan SWK yang berjualan di depannya. Mereka lebih senang berjualan di luar bangunan SWK. Pedagang semi musiman ini hanya menyediakan rombong mini terbuat dari potongan boks kontainer . Pedagang rombong mini tersebut menjajakan dagangannya mulai pukul 16.00 WIB. "Pembeli makanan malas masuk SWK, lebih senang makan di luar," keluh Pak Man, penjual soto Madura legendaris di terminal tersebut. (*)