KETIK, SURABAYA – Choirun Nasichin (62), seorang haji yang dilabeli haji nunut asal Sumobito, Jombang nasibnya kini berubah. Setelah menunaikan ibadah haji tahun 1994, dia masih dijuluki haji nunut.
Sejak menunaikan haji berbayar itulah dia banyak melakukan aktivitas di luar. Karena ketekunan ibadah yang istiqomah, hidup Choirun kini lebih baik katimbang masih dilabeli haji nunut.
Kini dia mendapat pekerjaan yang layak, meski sampai sekarang dia masih dipanggil haji nunut. Choirun sekarang menjadi salah satu sales dan pemandu (muthawif) jemaah umrah dan haji.Choirun Nasichin, insert saat menggunakan ihram di Arafah. (Foto: dok. Choirun Nasichin)
Mendengar nama haji nunut, tentu teringat pada musim haji 1992. Waktu itu Choirun menjadi pemberitaan semua media. Hal itu karena keberaniannya naik pesawat Garuda dari Juanda yang membawa calon jemaah haji ke Makkah. Namun dia gagal turun di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah karena ketahuan bukan jemaah haji pada penerbangan kloter 09.
Kisah konyol keberanian Choirun ini ditulis dalam buku berjudul "Haji Kok Nunut". Penulis buku adalah wartawati senior Ita Nafsia. Mbak Ita, demikian panggilan akrab wartawati tersebut yang berhasil menemukan informasi haji nunut di Asrama haji Sukolilo, Surabaya.
Akal Choirun sampai lolos bisa naik pesawat memang cerdik. Pada tahun itu (1992) dia kepingin bisa naik haji. Tetapi dua tidak punya penghasilan tetap dan uang yang cukup. Kala itu hanya punya uang pasan- pasan. "Di dalam tas yang saya tenteng hanya ada uang Rp 55 ribu, itu pun kurang Rp 5 ribu katanya.
Lalaki yang selalu memakai songkok haji putih itu mengatakan bisa menerobos pagar di Bandara Juanda tanpa ada petugas yang melihat. Sambil menenteng tas cokelat yang mirip tas calon jemaah haji, Choirun langsung naik tangga pesawat. Dia cerdik, memilih kursi di deretan belakang. Choirun tidak dicurigai oleh kru pesawat, Mulutnya terus komat kamit. "Saya selalu membaca doa selamat," katanya.
Bagaimana nasib haji nunut setelah diamankan petugas kru pesawat Garuda. Lelaki bertubuh ramping ini langsung diproses secara hukum. Dia diadili di Pengadilan Negeri Sidoarjo. "Selama sidang sembilan kali saya dijatuhi hakim hukuman lima bulan percobaan," kenangnya kepada Ketik.co.id.
Setelah Choirun bebas dari hukuman percobaan, putra asli Desa Ngelele, Sumobito, Jombang ini tidak putus asa untuk bisa menunaikan ibadah haji dengan cara yang benar. Dia tiap malam sehabis salat wajib tak henti-hentinya melakukan salat sunah, wiritan dan tak ketinggalan salat Tahayut.
Selain itu, Choirun tak pernah absen puasa sunah Senin dan Kamis. Masih ditambah lagi puasa Daud.
Berkat istiqomah salat wajib dan sunah juga pusa sunnah, Choirun mendapat jalan yang diridoi oleh Allah SWT. Tahun 1994, dia diberangkatkan haji oleh seorang pengusaha tambak di daerah Tambak Langon, Surabaya Barat. Semua biaya haji dan uang saku selama berhaji didapat dari pengusaha tambak tersebut.
Choirun yang sudah berhaji sekali, beberapa tahun kemudian berangkat haji lagi. Biaya hajinya ditanggung oleh rekan akrabnya dan berangkat umrah pada tahun berikutnya.
Sepulang berhaji, Choirun masih belum punya pekerjaan tetap. Berkat istiqomah silahturahmi ke rekan sesama haji, akhirnya dia mendapat pekerjaan sebagai pemandu jemaah umrah dan haji hingga sekarang. Dia bekerja sebagai muthawif di PT Busindo dan Aviha Travel Haji Umrah Surabaya.
Choirun kini sudah tidak lajang lali. Tahun 2010, menemukan pasangan hidupnya, yaitu Yuni Prihatini, salah seorang gadis asal kota Mojokerto. Akad nikah Senin, Jumat berangkat umrah berama istri yang dibiayai rekan dekatnya. Meski sudah berumah tangga sudah mapan ibadah tetap istiqomah. "Saya sekarang terus berdoa agar bisa punya momongan," pintahnya (*)