KETIK, SURABAYA – Para Calon Jamaah Haji (calhaj) dari berbagai kota, antara lain dari Surabya mengeluh. Mereka merasa keberatan dengan berita kenaikan ongkos naik haji (ONH) tahun ini mencapai Rp 60 juta per orang. Apalagi ada yang menunggu antrean berangkat haji sejak lima tahun lalu. Dan mereka sudah membayar ONH. Setoran pertama diawali dengan membayar ONH sebesar Rp 25 juta. Padahal masih menunggu beberapa tahun.
Ketik.co.id sempat bertemu dengan salah satu pengurus KBIH ( Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Al Mutazam Utama Nusantara, Sidoarjo, pada Rabu (8/2). Dia adalah H. Ferry Is Mirza DM. Jurnalis senior itu menjelaskan bahwa ONH yang telah ditetapkan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dianggap sangat tinggi. Apalagi ada jamaah yang menunggu antrean berangkat haji lima tahun.
"Lho, uang setoran Rp 25 tersebut sampai lima tahun bagaimana BPKH. Apalagi calon jamah haji tiap tahunnya terus bertambah. Tersiar kabar adanya kenaikan ONH ini mendapat subsidi dari pemerintah. Subsidi uang dari mana,” kata Ferry heran.
Dia mencoba memberikan rincian biaya ONH (dengan estimasi 1 real = Rp 4.500, red). Tiket pesawat PP dan embarkasi di Tanah Air ke tanah suci Rp 22 juta, Penginapan selama 42 hari di Makkah dan Madinah perkamar diisi 6 jamaah 200 real (Rp 900 ribu), Rp 900 ribu : 6 = Rp 150.000 x 42 = 6 juta 300 ribu per jamaah.
Sementara konsumsi selama 42 hari di Makkah dan Medinah @ 15 real (Rp 67.500) x 3 makan x 42 =Rp 8,5 juta. Masal air di Arofah Mina – Musdalifah per jamaah 1.000 real = Rp 4,5 juta. Visa Rp 1,2 juta. Jadi biaya ONH per orang sekitar Rp 49,5 juta.
“Rincian ini berasumsi biaya Umroh kategori," kata Ferry yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Jatim.
MENOLAK KENAIKAN ONH
Sementara itu, Achmad, anggota komisi VIII DPR RI menyatakan menolak rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang dibebankan Rp 69 juta kepada anggota jemaah haji karena akan memberatkan masyarakat.
"Menolak kenaikan biaya haji sebesar itu karena memberatkan calon haji," kata Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal itu disampaikannya ketika tengah melakukan kunjungan kerja dan rapat bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI dengan pihak penyelenggara haji di Arab Saudi, Kamis (2/2), untuk mengecek langsung terkait dengan kesiapan dan memastikan estimasi ideal ongkos haji.
"Tadi kami baru saja selesai rapat Panja, rapat di Kedutaan RI di Mekkah, yang dihadiri Dirjen PHU (Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh), penyelenggara haji di Mekkah, dan maskapai Garuda," ujarnya kepada jurnalis.
Berdasarkan kemampuan masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah haji, dia berharap Kementerian Agama (Kemenag) RI dapat menurunkan BPIH sampai di bawah Rp 50 juta.
Terlebih, lanjut dia, kemampuan ekonomi kebanyakan anggota jemaah haji Indonesia yang datang dari berbagai latar belakang profesi itu belum mencukupi apabila pemerintah memutuskan kenaikan BPIH sebesar Rp 69 juta.
"Kita tahu kan, kebanyakan yang naik haji dari para petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh yang mempunyai keinginan melaksanakan kewajiban umat Islam. Akan tetapi, niat suci itu terhalang dengan biaya yang sangat mahal. Sebenarnya ini harus dipikirkan pemerintah, tanpa harus memberatkan masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, nominal biaya haji harus bisa ditekan oleh pemerintah tanpa mengurangi pelayanan terbaik yang diberikan kepada jemaah haji.
"Tugas pemerintah kan sebenarnya seperti itu membuat kebijakan yang memudahkan masyarakat dan pelayanan yang baik," katanya.
Ia menjelaskan bahwa Panja Komisi VIII DPR RI mengusulkan ke Kemenag RI untuk dapat menurunkan beberapa komponen biaya haji. Misalnya, biaya katering, maskapai penerbangan, akomodasi hotel, dan jemaah haji selama di Mekkah.
"Hasil dari panja tadi, ada lima poin kesepakatan yang kami usulkan menekan biaya," ucapnya.
CARA MENEKAN BIAYA ONH
Untuk akomodasi hotel, lanjut dia, Komisi VIII DPR RI mengusulkan kontrak hingga 5 tahun, yang sebelumnya selama 1 tahun saja.
"Jadi, setiap ada kenaikan, setiap tahunnya bisa terhindari karena sudah ada kontrak selama 5 tahun. Jadi, haji itu kan satu kali dalam setahun, sisanya bisa untuk jamaah umrah. Jadi, enggak perlu susah-susah lagi," tuturnya.
Untuk komponen biaya terkait dengan waktu jemaah haji selama di Mekkah, dia menyebut sebelumnya jemaah haji berada di Mekkah selama 40 hari, menjadi 30 hari atau 35 hari.
"Ini 'kan jika diturunkan waktu dikurangi, misalnya sampai 30 hari atau anggap saja 35 hari lumayan akan mengurangi biaya operasional jemaah haji. Begitu pula dengan hotel harus mencari hotel lebih dekat dengan Masjidil Haram, biaya akomodasi itu bisa ditekan," ucapnya.
Karena itu, dengan mencermati pengurangan pada sejumlah komponen biaya, menurut dia, hal tersebut akan berdampak pada penurunan biaya haji sehingga tidak akan memberatkan masyarakat.
"Umat Islam ke Tanah Suci, ke Tanah Suci naik haji, jeritan jemaah calon haji, juga jeritan anggota DPR RI," katanya sembari berpantun.
Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, pertengahan Januari lalu, Kementerian Agama RI mengusulkan rerata BPIH Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi menjadi Rp 98,89 juta per anggota jamaah.
Dari jumlah tersebut, biaya yang perlu ditanggung calon haji sebesar 70 persen atau Rp69,19 juta per orang. Sementara 30 persen atau Rp29,7 juta sisanya dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.
"Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini telah melalui proses kajian," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (*)