KETIK, SURABAYA – Jual beli tanah kavlingan yang terjadi di Surabaya Barat dan Kabupaten Gresik rawan terjadinya konflik. Hal ini terjadI antara pembeli tanah dan penjual kavlingan tanah.
Biasanya tanah yang dikavling dijual dengan cara angsuran. Selain pembeli membayar uang muka atau DP dengan jumlah tertentu, maka pembeli bisa mengangsur setiap bulan. Tenggang waktu pelunasan tersebut telah disepakati oleh pihak penjual tanah dan pembeli tanah.
Tanah kavlingan yang dijual tersebut ditawarkan melalui iklan tembok atau papan pengumuman di tempat tertentu. Kavlingan tanah yang ditawarkan bervariasi. Ada yang berukuran 6 x 15 M2, 8 x 15 meter persegi. Ukuran yang bervarasi ini ditentukan oleh pengvapling tanah tersebut.
Konflik tamah kavling ini sering terjadi lantaran pembeli tanah jarang melihat tanah kavling yang dibeli. Sementara patok batas tanah kavpling antara yang satu dengan lainnya kurang jelas. Sedangkan pemilik tanah kavling (broker) biasanya memiliki hak pemilikan tanah berupa petok . Pada saat tanah dikavling dan dijual belum dipecah dalam petok tersebut.
Dalam proses pengukuran tanah kavling tidak mudah. Paling tidak harus ada saksi. Mereka yang diharapkan jadi saksi kepala desa/lurah setempat, tetangga pemilik kavling kanan kiri. Dan yang terpenting patok sebagai pembatas tanah kavling yang dimiliki seseorang .
Potensi konflik pemilik tanah kavling sering terjadi antara tetangga kanan kiri. Hal ini sering kami jumpai ketika melakukan pengukuran, kata Kartono Agustiyanto, kepala Pertanahan (Kantah) Surabaya I kepada salah satu awak media.
Agar tidak menimbulkan konflik, maka pemasangan patok harus segera dilaksanakan setelah terajadinya transaksi pembelian tanah kavling tersebut. Ada tips yang perlu diperhatikan dalam pemasangan patok : panjang patok minimal 50 cm. Patok yang ditanam bisa dengan patok cor atau kayu besar. Patok yang ditancapkan minimal 15 cm di atas tanah, Dalam pemasangan patok yang lebih penting harus ada kesepakatan tetangga kanan kiri pemilik kavling.
Pengukuran tanah tersebut sangat penting karena jadi salah satu proses syarat mengurus sertifikat pihak kantor pertanahan dalam hal ini memerlukan kejelasan luas tanah yang pasti.
Spartiningsih, adalah salah satu pemilik tanah kavling di kawasan Gembol Kurung. Dia mengatatan, beberapa tahun lalu membeli 2 tanah kavling di Gempul Kurung masuk wilayah perbatasan Kab Gresik dan Surabaya.
Tanah yang dibeli dipatok dengan seadanya hanya sekadar pengingat belaka. Setelah beberapa tahun tdak dikunjungi tanah yang dibeli ukurannya tidak sama dengan denah tanah yang dibeli. Luas tanah bukan malah melebar tapi malah menyempit. Sampai sekarang tanah yang jadi konflik tersebut masih saya urus katanya. (*)