KETIK, SURABAYA – Warga kampung 1001 Malam di Kecamatan Krembangan rela meninggalkan kampungnya untuk menapaki kehidupan yang lebih layak. Menurut rencana warga di kampung tersebut akan meninggalkan rumah dan kampung halamannya setelah Hari Raya Idul Fitri, April mendatang. Tercatatan ada 79 KK yang ber-KTP Surabaya siap menempati Rusunawa.
Di Kampung 1001 Malam ini ada warga yang sudah tinggal sejak 30 tahun lalu. Kampung ini letaknya terisolasi dari pemukiman warga di daerah kampung Asem Baru dan Tambak Asri. Tanah yang ditempati warga adalah tanah milik pemkot, persis di samping jalan tol.
Nama Kampung 1001 Malam di Surabaya memang menarik perhatian dan penasaran sebagian warga kota Surabaya.
Nah, ketik.co.id, Jumat sore (10/3/2023) kemarin mencari tahu keberadaan kampung tersebut yang masuk wilayah Kecamatan Krembangan, Surabaya.
Mengapa dinamakan Kampung 1001 Malam, seperti cerita legenda di negara Timur Tengah? Apakah banyak hal-hal yang menarik di kampung ini?
Menurut cerita versi pengurus Kampung 1001 Malam, Sigit Santoso, untuk menuju kampung ini memang sulit. Kalau warga mau masuk kampung pada malam hari bisa melalui kampung yang jalannya terang benderang.
Tetapi begitu sampai di salah satu ujung kampung Asem Baru jalannya gelap dan harus menyusuri sungai Asem Rowo dan masuk kolong jalan tol yang gelap gulita. Karena sulit masuk kampung pada malam hari, maka banyak orang menamakan 'Kampung 1001 Malam'
Sigit di kampung itu tidak mempunyai jabatan resmi RT atau RW. Lelaki yang energik ini dipercaya warga sebagai pembina. Dia menampik anggapan masyarakat bahwa Kampung 1001 Malam mempunyai konotasi negatif. Mungkin karena bertetangga dengan daerah yang dulu dikenal daerah hitam, Kremil.
Berdasarkan pantuan ketik.co.id, sebagian warga yang tinggal di kampung ini ada yang berkerja sebagai tukang batu, pemulung dan pekerja kasar. Penghuni di Kampung 1001 Malam ada yang berasal dari luar kota Surabaya.
Menuju Kampung 1001 Malam harus melalui kolong jalan tol. Panjang kolong jalan tol sekitar 50 meter. Kalau pendatang menggunakan kendaraan R2, harus menunduk agar tidak terbentur tiang beton cor jalan tol.
"Awas Pak, kalau lewat di sini harus menunduk," ucap Salim, salah seorang pemulung warga Kampung 1001 Malam.
Hal itu harus dilakukan sebab dari jalan setapak hingga masuk terowongan tol tingginya hanya kurang dari 2.5 meter dan gelap.
Sebagian rumah di kampung ini menghadap ke jalan tol yang menuju ke arah Kodikal (Perak). Sementara untuk masuk ke Kampung 1001 Malam tersebut ada dua akses jalan.
Dari kampung Asem Baru dan dari Jalan Tambak Asri. Lewat Tambak Asri menyeberang sungai Asem Rowo dengan naik perahu tambangan. Di sana ada empat perahu yang melayani penyeberangan. Sedangkan sungai Asem Rowo bermuara ke Bosem Morokrembangan.
Rumah di kampung itu bangunannya hampir semuanya semi permanen. Suasana kampung ini seperti di kampung tetanggannya. Di kampung itu ada mushola tempat TPQ dan menariknya ada ruang perpustakaan.
Semua warga kampung ini kelihatan rela meninggalkan rumahnya untuk pindah ke Rusunawa di Pakal, setelah Lebaran.
Namun demikian, ada yang merasa masih berat hati pindah dari rumah yang ditempati selama bertahun-tahun. Hal ini dirasakan oleh Ibu Wanti dan Ibu Fitri. Tapi dua wanita setengah baya ini sudah siap pindah ke Rusunawa. "Saya siap pindah asal tetap berkumpul dengan tetangga di sini," pintanya. (*)