KETIK, SURABAYA – Berdasarkan hasil alat pantau polusi yang ditempatkan di beberapa titik di Surabaya ternyata melegakan warga kota. Alat pantau udara milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkot Surabaya menunjukkan hasil terakhir bahwa di kota ini udara layak hirup (dihirup).
Hasil pantauan ini bukan saja pada saat musim hujan yang akan berakhir. Namun berdasarkan pantuan tersebut udara pada musim hujan dan kemarau hasilnya sama , yaitu udara di Surabaya layak hirup.
Seperti diketahui, kondisi udara dalam kategori baik tahun 2022 tercatat 20.27 persen, kondisi udara dalam kategori sedang pada 2022 mencapai 79,23, kondisi polusi udara dalam kategori baik pada Januari 2023 mencapai 41.54 persen dan kondisi polusi udara sedang pada Januari mencapai 58.06 persen.
Di Surabaya punya tiga stasiun pemantau kualitas udara ambien otomatis untuk mengukur konsentrasi pencemar udara, suhu udara, kelembapan udara, radiasi, serta arah dan kecepatan angin.
Perangkat stasiun pemantau kualitas udara ambien (SPKU) dipasang di Wonorejo Surabaya Timur, Kebonsari Surabaya Selatan , dan Tandes Surabaya Barat. Stasiun pemantau di Kebonsari ditempatkan di halaman samping depan kantor kelurahan Kebonsari
Pada hari-hari tertentu dikunjungi petugas DLH. Bangunan stasiun pemantau yang ukurannya sekitar 4 x 5 meter. Bangunan berbentuk box tersebut di atasnya dipasang dua antene setinggi 4 meter, “ Petugas Lingkungan Hidup sering mengecek stasiun ini”, kata Parmin, petugas kelurahan Kebonsari.
SPKU di Wonorejo dan Kebonsari, dapat mengukur arah dan kecepatan angin, kelembaban udara, suhu udara, dan radiasi.
"Kedua SPKU ini dapat juga memantau parameter kimia udara seperti NO, NO2, NOx, O3, SO2, CO, PM10," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Agus Habi Juniantoro, kepada jurnalis pekan lalu.
Berdasarkan pengukuran SPKU, ia menjelaskan, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dihitung dan hasilnya ditampilkan di monitor-monitor yang dipasang di pinggir jalan.
SPKU Tandes yang merupakan bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Agus, alatnya lebih lengkap dan tidak seperti perangkat di dua SPKU yang lain SPKU Tandes bisa mengukur konsentrasi PM 2,5, partikel halus di udara yang berukuran 2,5 mikron atau kurang.
Di samping ketiga SPKU tersebut, ia melanjutkan, Pemerintah Kota Surabaya memiliki perangkat portabel yang bisa digunakan untuk melakukan pengukuran di berbagai tempat. Perangkat tersebut antara lain bisa mengukur konsentrasi cemaran PM 10, PM 5, PM 2,5, PM 1, NO, CO, SO2, dan O3.
Data ISPU dan Indeks Kualitas Udara (IKU) yang dihitung dari hasil pengukuran alat-alat pemantau kualitas udara menunjukkan bahwa sejak 2017 sampai 2019 kualitas udara kota Surabaya cenderung membaik.
Peningkatan kualitas udara kota Surabaya antara lain dipengaruhi oleh upaya pemerintah untuk memperbanyak ruang terbuka hijau. Tahun 2018, Surabaya sudah punya ruang terbuka hijau seluas 7.290,53 hektare atau sama dengan 21,79 persen dari luas kota. (*)