KETIK, MADIUN – Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2017 tentang kesejahteraan sosial dinilai belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan masyarakat.
Padahal perda wajib menyesuaikan kondisi dan kebutuhan masyarakat kota Madiun saat ini.
Untuk itu pemerintah daerah dalam hal ini Pemkot dan DPRD Kota Madiun melakukan evaluasi terhadap Perda Nomor 3/2017 terkait kesejahteraan sosial di gedung Diklat Kota Madiun Minggu, 7 Mei 2023 malam.
‘’Yang jelas Perda Nomor 3 itu kan memayungi hukum orang berkebutuhan khusus, jangan sampai hanya penilaian sepihak dan malah kurang tepat sasaran,’’ kata Wali kota Madiun, Maidi
Maidi mengatakan tidak ingin perda yang mengatur mekanisme bantuan kesejahteraan sosial itu malah menimbulkan permasalahan yang berujung polemik di masyarakat.
Mantan sekda Kota Madiun ini mencontohkan, terkait ketepatan sasaran bantuan. Jangan sampai masyarakat yang harusnya mendapatkan malah tidak terkover atau sebaliknya. Untuk itu, masukan dan saran dari masyarakat diperlukan dalam penyempurnaan perda tersebut.
‘’Jangan sampai tidak tepat. Makanya, kita libatkan masyarakat untuk memberikan saran dan masukan. Ini penting agar sesuai dengan kondisi di bawah,’’ terangnya.
Walikota Madiun, Maidi (tengah) bersama pimpinan DPRD Kota Madiun dalam Evaluasi Perda 3/2017 tentang Kesejahteraan Sosial. (Foto: Humas Pemkot Madiun)
Maidi mencontohkan terkait dengan besaran bantuan. Misalnya, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mungkin perlu mendapatkan tambahan bantuan. Sebab, untuk menjaga ODGJ tersebut dibutuhkan lebih dari satu orang. Tak heran, masukan dari masyarakat perlu dan penting dalam perda tersebut.
‘’Kondisi-kondisi seperti itu kan yang tahu pasti masyarakat. Ini bersama pak dewan, kita coba menjaring masukan secara langsung,’’ terangnya.
Ketua DPRD Kota Madiun, Andi Raya Bagus Miko Saputro mengaku secara umum perda tidak mengalami perubahan. Evaluasi lebih untuk mengakomodir muatan lokal. Hal itu penting karena setiap daerah memiliki karakteristik dan kekhususan tersendiri.
‘’Secara umum perda tetap mengacu aturan pusat. DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan sebagainya. Tetapi tentu muatan lokal perlu kita masukkan karena setiap daerah memiliki kekhususan tersendiri,’’ ujarnya. (*)