KETIK, NGAWI – Ngawi Ribuan warga memadati kirab Ganti Langse Palenggahan Agung Srigati di Alas Ketonggo, Desa Babadan, Kecamatan Paron, Ngawi, Selasa (1/8).
Warga yang menghadiri kirab ganti Langse Palenggahan Agung tak hanya warga Ngawi namun warga dari berbagai daerah di pulau Jawa dan Sumatera.
Upacara Ganti Langse merupakan merupakan pergantian kain putih atau mori yang menutup palenggahan Agung Srigati di alas Ketonggo.
Sebelum dilakukan penggantian, Langse yang baru dikirab dari Balai Desa Babadan disusul ruwatan seniman dan seniwati. Selanjutnya ritual dilanjutkan dengan penyerahan kain selambu mori putih sepanjang 15 meter yang masih baru oleh juru kunci Alas Srigati Suyitno kepada Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko.
‘’ Prosesi penyerahan kain mori diiringi Tari Srigati yang dilakukan oleh 8 penari gadis atau perawan,’’ terang Suyitno Juru Kunci Alas Ketonggo, Babadan, Paron Ngawi.
Suyitno mengatakan Upacara Ganti Langse dilakukan dengan memperhatikan waktu yang ditentukan oleh pendahulunya.
‘’Ritual ini rutin dilakukan setiap tahun saat pertengahan bulan Muharram atau Suro, dan banyak pengunjung yang datang untuk ngalab berkah,’’ terang Suyitno .
Suyitno mengatakan pergantian langse atau kelambu digelar setiap malam bulan purnama pada bulan Suro. Hal itu kata dia menandai bergantinya tahun dengan lembaran yang baru atau permulaan baru.
‘’Jadi kain lama dilepas dan diganti yang baru,’’ ungkapnya.
Suyitno mengatakan kain Langse yang menutupi Palenggahan Agung Srigati memiliki panjang sekitar 15 meter dengan lebar dua meter.
‘’Biasanya kain yang lama dibagikan kepada pengunjung yang datang karena dipercaya membawa berkah sehingga menjadi incaran pengunjung dari berbagai daerah.
‘’Banyak pengunjung yang datang dari jauh ada yang dari Jawa Tengah, Sumatera dan banyak lagi, mereka percaya kain langse yang lama membawa keberuntungan,’’ paparnya.
Tak hanya datang sendiri, banyak warga dari luar daerah yang memesan kain langse jauh hari sebelumnya.
‘’Ada yang pesan jauh jauh hari, karena kain langse lama langsung dibagikan ke pengunjung, di potong kecil-kecil, dan dibawa pulang, nah yang gak datang pilih untuk memesan,’’ paparnya.
Ritual selanjutnya, lanjut Suyitno adalah persembahan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dipimpin oleh pemangku adat setempat.
‘’Dalam slametan dihidangkan berbagai makanan diantaranya tumpeng, urap-urap, bubur sengkolo, bubur merah putih serta aneka polo pendem. Tidak ketinggalan jajan pasar tujuh (pitu) rupa yang dimaknai sebagai pitulungan atau pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan urap-urap memiliki simbol bersatu padu dan memberi manfaat bagi sesama,’’ pungkasnya.
Kirab ganti langse diikuti oleh ribuan warga. Karena dalam kegiatan tersebut banyak menghadirkan kesenian tradisional mulai Reog Ponorogo, hingga Kuda Lumping. (*)