KETIK, MALANG – Seiring berkembang sebagai kota besar, banyak investor yang melirik untuk menanamkan modalnya di Kota Malang. Namun akibat terkendala pengurusan perizinan, investasi sebesar Rp 500 miliar harus melayang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan menjelaskan nilai investasi yang mencapai Rp 500 miliar tersebut dihasilkan dari rencana pembangunan hotel bintang lima. Namun Online Single Submission (OSS) menjadi penghambat.
"Ada yang mau bikin hotel bintang lima di Kota Malang lalu tidak jadi. Sementara ini laporan di kami ada satu hotel bintang lima yang mundur teratur. Nilai investasinya minimal Rp 500 miliar," ujar Arif, Jumat (8/12/2023).
Kini masih ada dua hotel lain yang akan masuk ke Kota Malang, tetapi masih tertunda perizinan. Potensi nilai investasi tersebut belum termasuk dengan perumahan. Apabila dijumlah, secara keseluruhan investasi yang dapat masuk ke Kota Malang menyentuh angka Rp 1,5 triliun.
"Potensinya pas hitung-hitungan kemarin kalau kita minimal Rp 500 miliar untuk satu hotel saja. Sekayang yang masih pending ada dua hotel bintang lima, masih menunggu regulasinya," lanjut Arif.
"Belum lagi perumahan di Kota Malang set plan terkendala Persetujuan Bangunan Gedung (PBD), sudah mundur semua. Potensi RP 1,5 triliun untuk semuanya secara keseluruhan terkait hotel, perumahan, dan lainnya," terangnya.
Kendala tersebut rupanya tak hanya dirasakan Kota Malang, tetapi juga daerah lain. Arif bersama Dinas PTSP lainnya telah mencoba untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat supaya dapat merubah regulasi yang memudahkan investor masuk, tak terkecuali di Kota Malang.
Banyaknya perizinan mulai dari Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), Surat Izin Pemanfaatan Air tanah (SIPA), hingga penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) beralih menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Kalau untuk Sertifikat Standar (SS) sebagai perizinan dasar sudah bisa dilaksanakan tapi kalau OSS menunjuk satu NIB atau Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) itu ada persyaratan. Contoh di rekomendasi perizinan dari Pusat, Kementerian, Provinsi, itu yang jadi penghambat. Sehingga OSS keluar, tapi tidak efektif karena belum verifikasi dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian," jelas Arif.
Ia berharap pemerintah dapat segera menindaklanjuti keresahan pemerintah daerah. Mengingat banyak pengusaha lokal yang hendak melakukan investasi namun harus mundur akibat rumitnya perizinan.
"Kalau memang tetap harus di pusat, kami minta jaminan berapa lama, berapa biayanya harus jelas juga. Ini akan mematikan pengusaha lokal yang ada di Kota Malang ketika mau investasi," Arif menambahkan.
"Pemerintah pusat jangan beranggapan bahwa di kota/kabupaten tidak ada hotel bintang lima. Ada pengusaha lokal Malang mau membuat hotel bintang lima, dengan peraturan seperti itu akhirnya mundur teratur," pungkasnya.(*)