KETIK, JEMBER – Jelang pemungutan suara Pemilu 2024 yang kurang sebulan lagi, masyarakat diajak untuk tetap menjaga ketentraman. Imbauan itu antara lain diserukan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jember.
Ketua FKUB Jember, Dr KH Abdul Muis berharap, masyarakat bisa memiliki kedewasaan dalam menyikapi proses politik. Berdasarkan proses beberapa kali pemilu, masyarakat akan lebih belajar dan memahami, bahwa pemilu adalah bagian dari proses demokrasi untuk memilih pemimpin.
"Soal hasilnya siapa yang terpilih atau menang, silakan saja. Itu proses yang harus dihormati,” papar Ra Muis, sapaan akrabnya.
Sebagai bagian dari masyarakat sipil, FKUB Jember juga sudah melakukan sejumlah langkah untuk membangun kesadaran masyarakat guna menjaga toleransi termasuk menjelang pemilu. Salah satunya dengan menggelar seminar dan diskusi yang mengambil tema ‘Peran Pemuda dalam Mewujudkan Pemilu Damai’.
Diskusi yang digelar di kantor PC NU Jember beberapa waktu lalu itu, menghadirkan perwakilan pemuda dari berbagai umat agama yang ada di Jember. Diskusi berjalan dengan santai dan penuh keakraban.
"Karena kita ingin mempertemukan generasi muda dari berbagai latar belakang agama. Prinsipnya, ‘Tak kenal maka tak sayang’. Sehingga ketika ada komunikasi, maka akan ada toleransi yang terbangun,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN KHAS Jember ini.
Menurut Muis, menjelang pemilu ini, para tokoh agama dari lintas agama memiliki tanggung jawab moral untuk bersama-sama mendorong agar pesta demokrasi berjalan dengan aman.
“Kita sengaja mengambil segmen pemuda karena yang kita anggap punya pengaruh. Meskipun memang yang kita undang ini terbatas karena sesuai dengan kemampuan kita yang terbatas juga. Tetapi kita harapkan mereka bisa mengajak lingkungan sekitarnya untuk bersama-sama menjaga agar Pemilu 2024 besok berjalan dengan aman dan damai,” papar Ra Muis.
Memasuki masa kampanye terbuka pada 21 Januari 2024 mendatang, masyarakat juga diminta mewaspadai berkembangnya informasi yang tidak konstruktif, seperti hoaks. Sebab, hal ini dikhawatirkan bisa memicu konflik.
"Dengan adanya kedewasaan berpolitik di masyarakat, tumbuh kesadaran bahwa berbeda bukan berarti harus bermusuhan. Berbeda dalam konteks pemilu sebagai sebuah keriangan dan kebahagiaan," pungkas Ra Muis. (*)