KETIK, MALANG – Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menjadi hal penting di era digital. Penerapan SMK3 ini diharapkan bisa memberi perlindungan tenaga kerja dan pelaku usaha menghadapi perubahan iklim di era digital.
Sebab, dampak perubahan iklim bisa mengganggu kondisi kerja. Bahkan berpotensi menyebarkan penyakit tertentu, meningkatkan risiko kecelakaan kerja, gangguan pasokan hasil produksi, dan stres termal.
Sedikitnya 500 peserta dari 50 perwakilan perusahaan mengikuti kompetisi K3 dalam Indonesian Conference & Competition Occupational Safety & Health (ICC OSH) di Malang, 23-25 Mei 2023. Ajang ini untuk bertukar informasi sekaligus mendiskusikan penerapan dan manajemen K3.
“Tujuannya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan inovasi. Kegiatan ini sekaligus menjawab tantangan adanya perubahan iklim dan digitalisasi,” kata anggota Dewan Keselamatan dan Keseharan Kerja Nasional, (DK3N), Saut P Siahaan dalam keterangan tertulis, Kamis (25/5/2023).
Saut tidak menampik cuaca ekstrem seperti suhu sangat tinggi dan sangat rendah, hingga curah hujan tinggi berpengaruh pada pekerjaan. Dampaknya memicu penyakit tertentu seperti malaria, demam berdarah, dan gangguan pernapasan akibat polusi udara.
Selain masalah cuaca, risiko kecelakaan kerja yang disebabkan faktor alam seperti banjir dan longsor. Akibatnya mengganggu pasokan bahan baku dan hasil produksi bagi sektor pertanian maupun industri berbasis sumber daya alam (SDA).
“Untuk menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja bekerja sama mengimplementasikan adaptasi dan mitigasi,” ujar anggota Asosiasi Ahli KE Jawa Timur, Edi Priyanto.
Ia menyadari menghadapi dampak perubahan iklim diperlukan berbagai kebijakan. Misalnya perubahan metode kerja, peringatan dini tentang cuaca ekstrem, dan peningkatan pemahaman tentang risiko kesehatan.
Selain itu, diperlukan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai penyebab perubahan iklim. Kondisi ini berasal dari berbagai aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil.
“Melalui kerangka kerja environmental, social, and government (ESG), perusahaan dianjurkan mengurangi jejak lingkungannya dengan mengadopsi praktik berkelanjutan. Misalnya pengurangan emisi GRK, penerapan energi terbarukan, efisiensi energi, pengelolaan limbah yang baik, dan perlindungan sumber daya alam,” ujar Edi yang juga pegiat lingkungan dari Kampung Edukasi Sampah.