KETIK, MALANG – Wali Kota Malang periode 2018-2023, Sutiaji sempat dikabarkan akan melawan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2024.
Dimintai tanggapan mengenai hal itu, Pakar Politik sekaligus Akademisi Sosiologi Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Wahyudi Winarjo menyebut peluang kemenangan Sutiaji cukup kecil.
Melihat realita politik saat ini pasangan Khofifah-Emil memiliki dukungan politik yang cukup kuat. Beberapa partai politik yang berkoalisi dengan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah memantapkan dukungannya pada pasangan petahana itu.
Belum lagi Sutiaji juga harus menghadapi beberapa nama yang muncul mulai dari Mantan Ketua PWNU Jatim Marzuki Mustamar hingga Tri Rismaharini yang memiliki posisi sama kuatnya.
"Khofifah-Emil didukung oleh pihak yang berkuasa, dalam hal ini Gerindra dan pasti mengusung partai lain yang tadinya berada di koalisi 02, tentu Khofifah-Emil kuat. Pak Sutiaji berarti peluangnya kemungkinan kecil," ujar Wahyudi, Selasa (11/6/2024).
Selama ini Sutiaji dikenal sebagai politisi dari Partai Demokrat. Perlu diketahui bahwa Demokrat menjadi partai politik pertama yang secara resmi mengusung Khofifah-Emil melenggang kembali ke Jatim 1.
Wahyudi menjelaskan pernyataan dukungan dari kubu 02 termasuk Demokrat, telah menjadi dorongan para pendukung untuk mengerahkan suaranya pada pasangan Khofifah Emil.
"Timses Sutiaji kalau betul mau running di level provinsi, kerjanya harus super keras karena tinggal beberapa bulan. Apalagi sejauh ini gak pernah ada pikiran rakyat bahwa Sutiaji akan mencalonkan sebagai calon Gubernur Jatim," lanjutnya.
Sutiaji sendiri tidak secara gamblang menyatakan sikap politiknya untuk maju ke Pilgub Jatim maupun Pilkada Kota Malang. Namun isu-isu yang bertebaran tersebut dinilai sebagai upaya memunculkan political bargaining position, atau posisi tawar dalam perpolitikan.
"Beliau kan sudah tidak menjabat Wali Kota Malang, tentu sudah kehilangan panggung. Beda dengan mereka yang sedang berada di pemerintahan yang dengan mudah bisa melakukan gerak yang bisa ditafsirkan untuk kegiatan politik secara kontinyu dalam pemerintahannya," terangnya.
Jikapun Sutiaji memutuskan masuk dalam perebutan kursi N1, ia harus menyadari realita bahwa rakyat memiliki kecenderungan yang mudah melupakan dan beralih pada sosok baru. Terlebih tidak sedikit Sutiaji mendapatkan kritikan dari masyarakat atas kebijakan yang ia terapkan semasa menjabat sebagai Wali Kota Malang.
"Menurut saya rapor Pak Sutiaji mungkin nilainya baik, tidak sangat baik, tapi juga tidak jelek. Katakanlah cukup, meskipun tidak sangat baik. Artinya masih bisa dioptimalisasi kan," kata Wahyudi. (*)