KETIK, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada tahun 2012. Masing-masing adalah pejabat, mantan pejabat Kemenaker serta seorang swasta.
Saat proyek yang berujung korupsi ini bergulir di tahun 2012, Kemenaker masih dipimpin Menaker Muhaimin Iskandar.
Ketiga tersangka tersebut yakni Reyna Usman, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi; I Nyoman Darmanta, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker; serta seorang swasta bernama Karunia, Direktur PT Adi Inti Mandiri.
Pengumuman penetapan tersangka ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih pada Kamis (25/01/2024).
“Setelah melalui berbagai proses, dari penerimaan laporan hingga penyelidikan, KPK telah mengumpulkan cukup bukti untuk menaikkan status mereka ke tahap penyidikan,” ujar Alexander.
Dalam jumpa pers tersebut, turut dihadirkan Reyna dan Nyoman Darmanta rompi oranye, khas tahanan KPK.
“Untuk kebutuhan penyidik, kedua tersangka akan ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK,” ujar Alexander.
Adapun satu tersangka lain, yakni Karunia masih mangkir dari pemeriksaan. KPK mengingatkan keduanya untuk bersikap kooperatif ketika dipanggil oleh lembaga tersebut.
Informasi yang dihimpun, salah satu tersangka, yakni Reyna Usman diketahui merupakan politikus PKB. Selain menjadi caleg, Reyna juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPW PKB Bali.
Meski demikian, KPK menegaskan, penanganan kasus ini murni sepenuhnya pertimbangan hukum berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
“KPK dalam bekerja tidak terpengaruh apakah itu kontestasi politik seperti pemilu atau pilpres,” ujar Alexander.
Kasus yang menjerat ketiga tersangka ini bermula pada tahun 2012 ketika Kementerian Tenaga Kerja melakukan pengadaan sistem proteksi TKI. Reyna mengajukan anggaran sebesar Rp 20 miliar, sementara Nyoman Darmanta ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Pada Maret 2012, Reyna, Nyoman, dan Karunia bertemu untuk menyusun Harga Perkiraan Sendiri untuk proyek ini. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa proyek ini akan dikerjakan oleh perusahaan milik Karunia. Penyidik menduga bahwa lelang proyek ini telah dikondisikan sejak awal untuk memenangkan perusahaan tersebut.
"Pengkondisian diketahui sepenuhnya oleh IND (Nyoman) dan RU (Reyna)," kata komisioner yang juga mantan hakim Tipikor ini.
Alexander menjelaskan bahwa karena adanya dugaan kongkalikong, pelaksanaan proyek tersebut tidak maksimal, dengan item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi yang tertera dalam surat perintah kerja, termasuk komposisi software dan hardware. Meskipun pekerjaan tidak selesai, Nyoman selaku PPK tetap memerintahkan pembayaran kepada Karunia sebesar 100%.
Menurut Alexander, Badan Pemeriksa Keuangan menghitung bahwa kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 17,6 miliar.(*)