KETIK, SURABAYA – Keluhan masyarakat Bondowoso terkait susahnya mendapatkan gas melon atau gas elpiji 3 kilogram ditindaklanjuti oleh Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan.
Pria yang kembali terpilih di Pileg 2024 ini melakukan inspeksi mendadak ke Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kecamatan Grujugan Bondowoso.
Dari hasil sidak tersebut, pihaknya menemukan bahwa tidak ada permasalahan pada rantai pendistribusian gas elpiji 3 kg, baik dari SPPBE ke agen, kemudian dari agen ke pangkalan.
“Jadi tidak ditemui adanya penyelewengan,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (2/4/2024).
Menurutnya, berdasarkan keterangan pihak Pertamina, kuota elpiji 3 kg tahun 2024 yang ditetapkan oleh pemerintah untuk Kabupaten Bondowoso lebih rendah dibandingkan realisasi penyaluran pada tahun 2023.
Kuota Bondowoso tahun 2024 sebesar 18.090 metrik ton (MT), sedangkan realisasi penyaluran tahun 2023 sebesar 18.522 metrik ton (MT). Kuota 2024 lebih rendah sebesar 432 MT yakni sekitar 144 ribu tabung atau 2,3 persen dari realisasi 2023.
Selain kuota dikurangi, tahun ini tidak ada alokasi fakultatif saat tanggal merah. Sementara tahun kemarin ada fakultatif, padahal meski tanggal merah masyarakat tetap makan dan UMKM tetap berjualan.
Menurutnya, kelangkaan tabung gas elpiji ini memang disebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat jelang Idul Fitri.
Kelangkaan ini bisa juga karena panic buying. Masyarakat yang punya empat tabung, saat ini diisi semua. “Hari-hari biasa dalam seminggu yang diisi dua, sekarang keempat-empatnya diisi,” paparnya.
Menurut Nasim, Pertamina mengaku telah menambah kuota di Kabupaten Bondowoso. Ia berharap seminggu ke depan hingga Idul Fitri tidak ada lagi gejolak kelangkaan gas elpiji 3 kg.
Ditanya soal potensi penimbunan oleh oknum, hal itu bisa saja terjadi. Namun sangat sulit dilakukan karena menimbun gas tidak sama dengan menimbun beras.
“Kalau beras cukup biaya karung 1.000 rupiah. Tapi kalau gas, tabungnya saja sudah lebih 200 ribu, isinya hanya 16 ribu. Hampir dipastikan kecil ada penimbunan. Sebab kalau nimbun dan barangnya banyak, kan susah sendiri,” paparnya.
Nasim menyarankan, agar Pertamina melakukan pemerataan loading order (LO) dan menggunakan kearifan lokal.
Kearifan lokal dimaksud yakni agen yang ada di Kabupaten Bondowoso murni milik warga Bondowoso. Menurutnya, dari 10 agen, enam di antaranya adalah agen eks minyak tanah. Empat merupakan agen baru dan dua di antaranya milik orang luar.
“Kalau orang Bondowoso yang punya, uangnya diputar di sini dan kemudian dikembalikan lagi ke sini,” tegasnya.(*)