KETIK, SURABAYA – Hari pertama masa tenang jelang tanggal pencoblosan, Minggu (11/02), publik dikejutkan dengan peluncuran film dokumenter “Dirty Vote”. Film dokumenter ini disutradarai jurnalis senior spesialis investigasi, Dandhy Dwi Laksono.
Hanya selang sekitar satu jam setelah dirilis di Youtube, Tim Hukum dan Advokasi TKN Prabowo – Gibran langsung menggelar jumpa pers untuk membantah isi film tersebut.
Dirty Vote merupakan dokumenter eksplanatori yang memaparkan penjelasan tiga pakar hukum tata negara tentang kecurangan-kecurangan dan praktik manipulasi yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui perangkat negara, untuk memenangkan jagoannya. Meski banyak menyorot pasangan Prabowo-Gibran, film ini juga menyinggung praktik kecurangan yang dilakukan pasangan lain seperti Ganjar- Mahfud.
Sampul film dokumenter Dirty Vote yang disutradarai jurnalis spesialis investigasi, Dhandhy Dwi Laksono. (Istimewa)
Salah satu dari tiga pakar hukum tata negara yang terlibat dalam film Dirty Vote adalah Zainal Arifin Mochtar. Pria berkacamata yang akrab di sapa Uceng ini lahir di Makassar, 8 Desember 1978.
Uceng memulai karirnya sebagai ahli hukum setelah menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2003. Ia kemudian langsung melanjutkan ke jenjang magister (S2) di Universitas Northwestern, Chicago, Amerika Serikat, meraih gelar Master of Law pada tahun 2006. Menamatkan jenjang Strata Tiga (S3) Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012.
Selain itu, Uceng juga menyelesaikan program kursus Summer School Administrative Law, Universitas Gadjah Mada-Maastricht University, Belanda pada tahun 2006, serta Summer School American Legal System, di Georgetown Law School, Washington, Amerika Serikat.
Uceng mulai meniti karir sebagai dosen Hukum Tata Negara di UGM sejak tahun 2014 di Fakultas Hukum UGM. Sejak itu pula, Uceng mendedikasikan karir akademisnya pada pemberantasan korupsi.
Sekitar sepuluh tahun silam, Uceng juga menjadi sorotan karena dipercaya KPU sebagai moderator debat pasangan Capres-Cawapres untuk Pilpres 2014.
Kepakarannya sebagai ahli hukum ditambah integritasnya membuat Uceng dipercaya di berbagai kegiatan Antikorupsi, di antaranya: Anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2007; Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), Fakultas Hukum UGM pada tahun 2008 s.d. 2017; dan Anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2020 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Uceng juga pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2015 s.d. 2017 dan Anggota Komisaris PT Pertamina EP pada tahun 2016 s.d. 2019. Pada tahun 2022, ditunjuk sebagai Anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2023, ditunjuk sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan Periode 2023 s.d. 2026.
Akademisi UGM yang bergabung di Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM tak hanya dituntut untuk memiliki kepakaran ilmu yang terkait dengan pemberantasan korupsi. Tetapi juga sikap yang pro pada pemberantasan korupsi. Antara lain dengan tidak pernah menjadi saksi ahli yang meringankan terdakwa korupsi.
Sikap itu pula yang dipegang teguh oleh Zainal Arifin Mochtar. Setiap terjadi kasus serangan atau pelemahan terhadap KPK, ia termasuk salah satu dari sejumlah ahli hukum dan aktivis yang turun untuk melakukan pembelaan. Seperti dalam kasus Cicak versus Buaya hingga revisi UU KPK yang dilakukan pemerintahan Jokowi. (*)