KETIK, JEMBER – Ratusan Warga Desa Curahnongko Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember melakukan unjuk rasa di kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Jember pada Rabu (7/6/2023) siang.
Massa aksi yang tergabung dalam Wadah Aspirasi Warga Petani (Wartani) Curahnongko diangkut belasan truk mendatangi kantor Pertanahan Kabupaten Jember dan memblokade sepanjang Jalan KH Shiddiq.
Aksi unjuk rasa dilakukan demi menuntut janji reforma agraria untuk segera diterapkan pada tanah seluas 332 hektar yang ada di Desa Curahnongko. Pasalnya pelepasan tanah yang ditempati warga sebagai tempat tinggal dan lahan pertanian belum selesai sejak 25 tahun yang lalu.
Dalam tuntutannya, warga merasa sangat dirugikan karena tanah sengketa tersebut telah dikuasai selama puluhan tahun dan merupakan mata pencaharian mereka yang mayoritas sebagai petani. Sebab itu, mereka mencari keadilan kepada BPN agar menyegerakan pelepasan tanah yang tercatat sebagai milik PTPN.
Aksi unjuk rasa sempat tak kondusif dengan massa mendorong kawat pagar berduri. Namun emosi massa langsung mereda saat ditemui Kepala ATR/BPN Ahyar Tarfi.
Ketua Wartani Curahnongko Yateni mengungkapkan pihaknya memohon kepada BPN untuk segera melepas tanah tersebut. “Kami sudah sampaikan ke pemerintah pusat program reforma agraria cepat diselesaikan,” ujarnya usai aksi.
Warga Desa Curahnongko lakukan aksi demo kepung Kantor ATR/BPN Jember, Rabu (7/6/2023) (Foto: Fenna Ketik/co.id)
Yateni mengaku perjuangan warga Curahnongko atas pelepasan tanah terhitung sudah berlangsung selama 54 tahun lamanya. “Dari generasi kami sudah berjuang dari tahun 1998,” akunya.
Menanggapi aksi demonstrasi, Ahyar menyebut tuntutan dari warga Curahnongko merupakan hal yang wajar. “Karena sudah puluhan bahkan ratusan tahun masyarakat menguasai tanah,” ujarnya.
Ahyar mengatakan jika BPN sudah melakukan berbagai tahapan untuk pembebasan tanah tersebut. “Salah satunya pak menteri turun langsung mendengarkan persoalan ini,” terangnya.
Namun, persoalan tidak hanya menyangkut Kementerian Agraria saja, tetapi juga BUMN. Hal itu menjadi salah satu penghambat pembebasan tanah terkait status aset yang tercatat sebagai milik PTPN.
“Tercatat di kementerian BUMN atau Keuangan tentunya harus mendapat kebijakan khusus. Karena status kepemilikan aset itu, pelepasan menjadi persoalan,” papar Ahyar.
Mengenai batas waktu pelepasan tanah, Ahyar tidak bisa menjamin, namun dirinya mengatakan bakal berusaha menyelesaikan secepat mungkin. “Kalau bisa dalam tahun ini bisa kita selesaikan,” katanya.
Menanggapi persoalan ganti rugi pelepasan tanah, Ahyar mengatakan bahwa tidak ada keputusan terkait hal itu dari pihak manapun. “Hanya baru wacana cuma terlanjur berkembang di masyarakat. Harapan kita masyarakat bisa diberikan hak tanpa ganti rugi,” tandasnya.(*)