KETIK, PACITAN – Warga yang menetap di Dusun Wati, Desa Gawang, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan merupakan salah satu pelestari tradisi para leluhur dengan menggelar Upacara Baritan.
Upacara ini dilakukan warga Wati sebagai wujud keharmonisan hubungan antarmanusia dengan alam sekitar.
Cukup unik, karena ini melibatkan proses penumbalan seekor hewan. Dalam kepercayaannya, warga Wati meyakini bahwa asal-usul tradisi ini erat kaitannya dengan pengusiran wabah.
Keberlanjutan seluruh penduduk asli setempat kala itu, berkat upacara pembersihan roh jahat pembawa penyakit oleh para leluhur ahli spiritual.
"Dulu itu ada pagebluk yang mengerikan, para masyarakat ketakutan, gejalanya pagi demam sorenya sudah mati," ungkap juru kunci baritan, Wijen menurut para leluhur, Minggu (28/7/2024).
Disebutnya adalah upacara "Baritan", atau barisan wiridan. Ritual intinya adalah hajatan yang diselenggarakan secara massal di tengah lapangan setempat.
Berikut penjelasan mengenai proses pelaksanaannya upacara Baritan oleh tim Ketik.co.id, sebagai berikut:
1. Persiapan Upacara
Para sesepuh desa akan mengadakan pertemuan untuk membentuk susunan kepengurusan. Ketua pelaksana atau sinoman bersama para warga memiliki peran masing-masing.
Seluruh keperluan upacara dipusatkan di balai dusun, termasuk kegiatan memasak dan pembuatan sesaji.
Setidaknya persiapan ini dilaksanakan selama kurang lebih seminggu atas arahan dan petunjuk sesepuh serta pemerintah desa.
Persiapan upacara melibatkan seluruh masyarakat dalam penggalangan syarat wajib. Diantaranya, seperti kambing kendit, ayam tolak, mori atau kain kafan dan berbagai hasil bumi.
"Semua persyaratan ini diperoleh dari sumbangan sukarela masyarakat," terangnya.
2. Melekan, Arak-arakan dan Nyekar
Pada malam sebelum ritual, warga melaksanakan tirakat semalaman atau melekan dengan wiridan dan sholawatan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.
Keesokan harinya, prosesi dimulai dengan penabuhan kentongan serentak oleh warga saat pagi hari, menandakan persiapan dan komando untuk perjalanan menuju Makam Leluhur di Dusun Wati.
Itu warga berarak-arakan membawa persyaratan upacara sambil melantunkan bacaan wirid.
Setibanya di gerbang makam, beberapa tokoh naik untuk melakukan tabur bunga dan kirim doa, mengenang leluhur yang telah meninggal.
3. Pengusiran Roh Jahat
Barisan wirid atau arak-arakan kemudian melanjutkan perjalanan menuju tengah lapangan. Tempat perhelatan utama.
Di lokasi tersebut, juru kunci atau tokoh melakukan adegan pencambukan kepada seorang mediator. Sambil diiringi gending jawa yang saling bersahutan.
Biasanya, yang menjadi media pencambukan adalah tokoh silat pencak jowo yang telah dibekali ilmu kesaktian kebal oleh juru kunci.
Ini perlambang pengusiran roh jahat.
"Insyaallah tidak akan menimbulkan rasa sakit," ucapnya.
Penyembelihan kambing kendit oleh juru kunci, disaksikan oleh para penonton. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
4. Penyembelihan Kurban
Penyembelihan hewan kurban menjadi syarat utama dalam pelaksanaan tradisi Baritan yang dilakukan pada puncak acaranya.
Hewan yang dikurbankan adalah seekor kambing kendit, kambing yang punya corak garis warna putih melingkar perut. Disusul satu ayam kampung.
Penyembelihan ini dilakukan oleh juru kunci dengan posisi kepala binatang menghadap ke barat, laiknya proses sembelih umat Islam.
Penjagal akan mengucapkan doa sambil memegang parang, sebelum akhirnya binatang kurban tersebut disembelih.
Setelah binatang tersebut mati, lehernya disayat hingga ke tulang, lalu di potong untuk di benamkan di tengah lapangan.
Sedangkan, bagian kaki dipendam di empat lokasi yang merupakan titik gerbang masuk ke Dusun Wati seperti perbatasan, Dusun Salam Rejo Desa Kebonagung, Desa Gembuk, Desa Banjarjo dan Gawang Selatan.
5. Kembul Bujono
Sesi ini, berbagai kesenian khas daerah di tampilkan di hadapan penonton, seperti drama, tarian hingga atraksi.
Daging kurban, selanjutnya akan dimasak untuk jamuan di akhir upacara.
Daging (ulam sari) dan nasi (sekul suci) yang telah matang, selanjutnya dibagikan ke semua penonton dan peserta Baritan.
Hadirin akan diminta makan makanan yang telah dihidangkan. Mengawali makan, para sesepuh akan bersiap memimpin upacara.
"Ini disebutnya kembul bujono atau makan bersama," terangnya.
Kembul bujono menandakan berakhirnya seluruh rangkaian upacara Baritan, dan akan dilaksanakan kembali satu tahun mendatang setiap memasuki bulan Suro/Muhharam.
Dengan harapan, masyarakat desa setempat dapat menjalankan kehidupan dengan tenang, seperti membangun tempat tinggal, mengadakan upacara pernikahan, jauh dari penyakit dan sebagainya.
"Maksud di dalamnya adalah meminta pertolongan kepada Allah SWT, tolak bala atau mohon dijauhkan dari bencana alam maupun penyakit," tandasnya.
Pada malam harinya, masyarakat akan menggelar tayuban sebagai pungkasan acara Baritan. (*)