KETIK, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot Surabaya) melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) akan melakukan blokir Kartu keluarga (KK) dengan kondisi tertentu. Tujuannya yakni dalam rangka merapikan data kependudukan.
Blokir KK diberlakukan bagi para penduduk yang terindikasi pindah kelurahan, kecamatan hingga kabupaten/kota lain diluar Surabaya, namun tidak mengonfirmasi perangkat RT/RW domisili KK-nya terdaftar.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan langkah ini diambil untuk mengatur data administrasi kependudukan di Kota Surabaya. Karena berdasarkan temuan di lapangan terdapat rumah di Surabaya yang memiliki hingga 50 KK.
Untuk menjalankan program Pemkot seperti bantuan dan pengentasan kemiskinan diperlukan data yang valid. Sedangkan berdasarkan hasil temuan di Kota Surabaya banyak ditemukan KK yang orangnya tidak tinggal di alamat sesuai dokumen kependudukan.
"Jadi ini memang perlu karena banyak rumah yang isinya sampai 5 KK. Hal ini masuk akal gak kira-kira. Selain itu juga banyak alamat KK dan domisilinya tidak sesuai," jelas Eri kepada Ketik.co.id.
Lebih lanjut, selain permasalahan domisili, penerapan aturan ini juga mengacu kepada kelayakan hunian. Dimana jumlah penghuni harus sejalan dengan luas rumah. Oleh sebab itu Pemkot Surabaya memberlakukan aturan untuk setiap rumah dibatasi maksimal 3 KK saja.
Berdasarkan data yang masih diproses hingga saat ini sudah tercatat 61.750 KK yang orangnya tidak tinggal di alamat yang terdaftar. Hal ini tentu menjadi permasalahan tersendiri karena terkait data kependudukan.
"Rumah itu kan hunian ya masuk akal tidak kalau satu rumah isinya 50 KK? Tidak masuk akal kan. Oleh sebab itu kita batasi hanya 3 KK untuk setiap rumah," tambahnya.
"Dengan aturan 3 KK tersebut saya bisa konsentrasi untuk mengentaskan kemiskinan dan memberikan bantuan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Eri juga menghimbau kepada warga Surabaya untuk tidak asal memecah KK. Selama masih tinggal dalam satu rumah walaupun sudah menikah sebaiknya tidak melakukan pecah KK.
Hal ini penting agar Pemkot Surabaya dapat menghitung jumlah warga dalam rumah tersebut sehingga bantuan yang diberikan bisa lebih tepat sasaran.
"Kalau ada yang menikah dan berencana masih tinggal di rumah orang tua atau mertua sebaiknya jangan pecah KK. Kalau pecah KK semua tapi masih tinggal serumah susah menghitungnya," pungkasnya.(*)