KETIK, SURABAYA – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) menginisiasi pendeklarasian Paguyuban Ekosistem Informasi Sehat (PESAT) Jawa timur. Acara berlangsung di Surabaya, Sabtu (29/4/2023).
PESAT Jatim terdiri dari beragam anggota lintas organisasi dan profesi. Gerakana ini untuk menangkal hoaks dan ujaran kebencian menjelang Pemilu 2024. Peluncuran PESAT dilakukan secara luring dan dihadiri 30 organisasi kelompok masyarakat sipil dan akademisi. Deklarasi ditandai dengan tandatangan di atas kain putih.
Peluncuran PESAT Jatim dibuka dengan seminar bertema “Perkuat Kolaborasi Literasi Digital untuk Menjaga Ekosistem Informasi Sehat di Jawa Timur.” Seminar berlangsung hibrida, secara luring di Hotel Harris dan daring.
Seminar menghadirkan pembicara Dr. Frida Kusumastuti, M.Si (MAFINDO Wilayah Malang). Di kesempatan itu dia menyampaikan materi “Tantangan dalam Penyebaran Gangguan Informasi melalui Kecerdasan Buatan”.
Sementara itu, Dr. Arief Rahman, S.T., M.M. (AMSI Jatim, Komite Komunikasi Digital Jatim) menyampaikan materi berjudul “Moderasi Konten Media Sosial dalam Demokrasi”. Satu pemateri lain yakni Cahya Suryani, M.A. (MAFINDO Wilayah Mojokerto) menyampaikan materi berjudul “Semua Bisa Kena Hoaks.”
Acara deklarasi PESAT Jatim di Surabaya, Sabtu (29/4/2023). (Foto: Dok MAFINDO)
Arief Rahman menjelaskan menjelang tahun politik mulai berkelindan kabar hoaks yang diproduksi setiap hari. Belajar dari Pemilu 2014 dan 2019, hoaks menyebabkan polarisasi. “Hoaks diproduksi secara cepat, tapi periksa fakta butuh waktu lama bahkan berhari-hari,” katanya.
Apalagi kini, sebanyak 220 juta individu terkoneksi dengan internet sehingga distribusi informasi semakin cepat dan luas. Terjadi banjir informasi, diikuti dengan hoaks dan informasi palsu atau tidak sesui fakta. “Jika gagal kelola informasi akan menyebabkan social distrust atau ketidakpercayaan sosial,” ujarnya.
Karena itu dibutuhkan kolaborasi dan bergotong royong untuk menangkal hoaks seperti yang dilakukan PESAT Jatim. Bersama lintas organisasi dan profesi melakukan usaha menangkal hoaks dan pendidikan literasi digital. “Informasi ibarat air dan udara masuk ke tubuh. Jika air kotor akan menjadi racun dalam tubuh,” ujar Arief.
Sementara itu, Cahya Suryani menjelaskan motif penyebaran hoaks dipengaruhi politik dan ideologi. Pada tahun politik 2018-2019, hoaks politik menempati urutan hoaks tertinggi. Pada 2020, hoaks politik tetap tertinggi sebesar 40,8 persen. “Pada 2022, hoaks politik tertinggi disusul kesehatan,” ucapnya.
Faktor risiko hoaks menjelang 2024, kata Cahya, akan terjadi polarisasi, upaya delegitimasi Pemilu, politik identitas dan SARA. Lantaran konten moderasi digital belum optimal, humas tidak responsif, hoaks di grup privat sulit dideteksi.
Karena itu dibutuhkan usaha mencegah sebelum hoaks berkelindan (prebunking) di media sosial. Sehingga dalam Pemilu 2024 dibutuhkan berkolaborasi lintas komunitas untuk menciptakan informasi yang sehat. “Prebunking semacam vaksin untuk mencegah hoaks,” katanya.
Frida Kusumastuti menjelaskan penyalahgunaan Artificial Intelligence (AI) mulai mewabah. Seperti gambar atau mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ditangkap polisi. Ternyata, foto tersebut diolah dengan AI. Sedangkan majalah Die Aktuelle di Jerman, menurunkan wawancara dengan Michael Schumacher pasca koma.
“Ternyata wawancara fiktif menggunakan AI, sampai Pemimpin Redaksi majalah dipecat,” kata Frida.
Frida menyebutkan contoh AI yang digunakan untuk manipulasi dan mengaburkan fakta. Untuk itu, kata Frida, dibutuhkan literasi digital seperti PESAT untuk menjadi moderasi informasi digital.
Koordinator PESAT Wilayah Jawa Timur Yohanes Adven Sarbani berharap masyarakat Jawa Timur turut bergabung dan berpartisipasi dalam kegiatan informatif dan edukatif terkait literasi dan periksa fakta yang diselenggarakan MAFINDO. Setiap individu, katanya, dapat terpapar hoaks dan memungkinkan turut menyebarkan hoaks.
“Tingkat literasi digital masyarakat Indonesia yang rendah menjadi salah satu penyebab penyebaran hoaks mudah meluas dan menjangkau lebih luas dan cepat,”katanya.
Indeks Literasi Digital 2022 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menempatkan Provinsi Jawa Timur berada dalam 10 Provinsi dengan Literasi Digital tertinggi, dengan skor 3,38.
Hasil survei Indeks Literasi Digital mengindikasikan Jawa Timur berpeluang menggerakan organisasi pemberantas hoaks. Selain itu, juga mempermudah mewujudkannya menjadi wilayah yang minim penyebaran informasi hoaks. Selain PESAT Jawa Timur, MAFINDO menginisiasi PESAT di wilayah Kalimantan Barat, disusul Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Program Manager Media MAFINDO, Dewi Sari menyampaikan Kota Surabaya merupakan kota strategis. Lantaran, sejak 1945 berapi-api mendukung pembaruan.
“MAFINDO berharap PESAT tak hanya hadir di enam kota, tapi bisa di seluruh provinsi untuk menjaga eksosistem informasi sehat,” kata Dewi. (*)