KETIK, JAKARTA – Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli memiliki rekam jejak keberpihakan kepada para petani melalui berbagai kebijakan saat menjabat sebagai Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) hingga Menteri Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid.
Ia menerapkan sejumlah strategi dalam mensejahterakan petani dan berhasil mengantarkan Indonesia sebagai negara mangkok pangan di Asia.
Ketika menjadi Menko Ekuin, Rizal Ramli menetapkan dan menjalankan kebijakan untuk meringankan beban utang usaha tani. Sementara saat menjadi Kepala Bulog, ia menetapkan kebijakan tidak mengimpor beras.
"Bulog melakukan pembelian gabah (bukan beras) langsung dari petani," terang Rizal, Jumat (14/7/2023).
Bukan hanya itu saja. Rizal juga merumuskan tiga program jangka pendek untuk peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani tersebut.
Meliputi restrukturisasi Kredit Usaha Tani (KUT), menjamin ketersediaan pupuk, perbaikan mekanisme distribusi, dan menjamin harga pupuk yang terjangkau di tingkat petani. Kemudian juga meningkatkan nilai tukar (terms of trade) bagi para petani.
“Tiga paket itu diharapkan selesai dan memberikan hasil nyata dalam tempo tiga sampai empat bulan,” kata Rizal Ramli.
Restrukturisasi Kredit Usaha Tani (KUT) itu berupa penghapusan bunga kredit 100 persen dan potongan utang pokok pinjaman berkisar antara 25-50 persen berdasarkan luas lahan petani.
Dengan rincian, luas lahan kurang dari 0,5 hektare (ha), potongan utang pokoknya 50 persen. Luas lahannya 0,5-1 ha, potongan utang pokoknya 35 persen dan luas lahan lebih dari 1 ha, potongan utang pokoknya 25 persen.
Rizal tercatat tercepat menurunkan angka kemiskinan yaitu sebesar 4,29 persen setahun dan mengurangi kesenjangan ekonomi di Indonesia yang ditunjukkan oleh indikator rasio gini.
Tercatat koofisien Gini Ratio terendah Indonesia sepanjang 50 tahun terakhir terjadi di akhir zaman Gus Dur, yaitu sebesar 0,31. Sementara rasio erdekat dengan capaian Gus Dur adalah era Suharto di tahun 1993 dengan angka Gini Ratio sebesar 0,32.
Selama era Gus Dur, tim sukses ekonomi di bawah komando Rizal Ramli tercatat telah mengurangi beban utang sebesar USD 4,15 miliar. Selain itu yang juga secara mengagumkan, ternyata pertumbuhan yang terjadi di era Gus Dur lebih berkualitas dibandingkan era pemerintahan setelah hingga Jokowi sekarang ini.
Karena kuncinya sukses menekan inflasi dan membangkitkan sektor riil terutama pertanian.
Setelah berada di luar kabinet, Dr Rizal Ramli secara konsisten juga terus membagikan pemikiran yang berpihak kepada petani.
"Pesan Gus Dur kepada saya sederhana. Bikin petani senang, bahagia," ujar Rizal.
Sektor pertanian memang menjadi salah satu sektor yang berhasil mendorong mengurangi angka kemiskinan di pedesaan. Namun, Rizal mengaku miris karena saat ini para petani di Indonesia yang masih tetap miskin, bahkan makin miskin.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Bank Dunia atau World Bank dalam laporannya bertajuk "Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security" pada 9 Mei 2023 lalu.
Laporan itu antara lain menyebutkan bahwa pertanian dan jasa dengan nilai tambah rendah (VA rendah) tetap menjadi pendorong utama pengentasan kemiskinan, meskipun pekerjaan itu seringkali tidak terlalu produktif atau tidak cukup untuk keluar dari kemiskinan tersebut.
Pekerjaan berketerampilan tinggi tetap langka di Indonesia, sehingga membatasi jalan menuju keamanan ekonomi.
Rezim Abaikan Jeritan Petani
Rizal mengaku prihatin karena pemerintahan Presiden Jokowi seolah mengabaikan peran petani.
Apalagi pemerintah selama ini membuat pernyataan seolah-olah memuliakan petani. Akan tetapi, kebijakannya justru bertolak belakang dan memiskinkan petani. Misal terkait kebijakan pengurangan pupuk bersubsidi baru-baru ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengalokasikan anggaran pupuk subsidi tahun 2023 mencapai Rp 24 triliun. Nilai ini lebih rendah dari subsidi pupuk tahun lalu mencapai Rp 25,3 triliun.
Melansir dari laman bumn.go.id, PT Pupuk Indonesia (Persero) memulai tahun anggaran 2023 dengan menyiapkan stok pupuk bersubsidi sebanyak 1.454.828 ton dari ketentuan stok minimum yang ditetapkan pemerintah pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Stok pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari dua jenis yaitu urea dan NPK sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Rinciannya, Urea sebesar 992.791 ton dan NPK sebesar 462.937 ton atau masing-masing tercatat 188 persen dan 203 persen dari minimal stok yang telah ditentukan Pemerintah.
Melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 734 Tahun 2022 menetapkan HET pupuk bersubsidi dengan masing-masing senilai Rp 2.250 per kg untuk Pupuk Urea, Rp2.300 per kg untuk Pupuk NPK, dan Rp3.300 per kg untuk pupuk NPK dengan formula khusus kakao.
Sehingga kini pupuk yang disubsidi hanya ada dua jenis saja dari semula berjumlah sekitar tujuh jenis. Yakni Urea dan Nitrogen, Phosphat, dan Kalium (NPK).
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, buntut dari pengurangan tersebut, petani semakin menjerit karena mengalami kesulitan mendapatkan alokasi pupuk bersubdisi.
“Kondisi petani hari ini berat apalagi di desa-desa. Mau membuat apa, memproduksi apa, kena hama, gabah murah sekali, mau usaha dagang pun sulit untuk bisa laku. Hari ini, kondisi di Jawa dan sebagian luar Jawa lebih berat dan sulit untuk 40% rakyat paling bawah dibandingkan kondisi rakyat bulan April 1998,” kata Bang RR, sapaan akrab Rizal Ramli.
Mantan Menko Kemaritiman ini mengatakan, jika produksi petani menurun maka pemerintah kembali memberlakukan opsi impor beras.
Hal ini, katanya, berbeda dengan yang dilakukan pemerintahan Presiden Gus Dur. Selama dua tahun pemerintahannya, Gus Dur tidak melakukan impor beras sama sekali.
Ekonom senior itu mengungkapkan, hal pertama yang dilakukan pemerintah Gus Dur yaitu memberi pupuk subsidi. Kedua, harga pembelian gabah rationya ditingkatkan dari biasanya 1,50 menjadi 1,75.
Artinya untuk pupuk 1 dan untungnya petani 0,75 sehingga petani bersemangat untuk meningkatkan produksi sehingga selama dua tahun pemetintah tidak impor beras sama sekali,” jelas Rizal.
“Itulah kenapa sejak zaman Orba sampai zaman Gus Dur melakukan subsidi pupuk karena dengan adanya pupuk murah untuk petani, produktivitas dan produksi padi bisa naik sehingga kita tidak perlu impor,” kata Rizal.
Awasi Penyelewengan
Alasan Jokowi mengurangi jenis pupuk bersubsidi karena banyak penyelewengan. Rizal menanggapi alasan itu kelihatan seakan-akan benar. Tapi jika diteliti lebih dalam, maka analisa itu salah.
Ia mengatakan, subsidi tidak selalu jelek, asalkan bisa meningkatkan produktivitas.
“Maaf ya, saya terpaksa harus kasih kuliah Pak Jokowi melalui akun YouTube @EdyChannel ini. Tidak seperti pakem ekonom-ekonom neoliberal, subsidi itu tidak selalu jelek asalkan meningkatkan produktivitas dan produksi,” tandas Rizal dalam sebuah diskusi akun YouTube EdyChannel.
Rizal justru menyarankan seharusnya pemerintah mengawasi dan menindak penyalahgunaan penyaluran subsidi secara tegas.
“Sebenarnya jika terjadi penyalahgunaan subsidi pupuk yang seharusnya untuk petani, tapi jatuhnya ke perkebunan-perkebunan swasta. Yang main itu pasti direksi-direksi pabrik pupuk, direksi-direksi distributor pupuk, atau BUMN-BUMN bidang perkebunan. Itu kan anak buahnya Pak Jokowi, itu yang harus disikat, bukan dengan mengurangi subsidi pupuk untuk petani,” tukasnya.
Mantan Penasihat Fraksi ABRI/Polri di DPR/MPR RI itu mengatakan, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengatakan, untuk mengantisipasi Elnino, produksi produksi beras harus ditingkatkan.
"Perintahnya sih normal, tetapi yang dilakukan di dalam hal kebijakan dan kejadian di lapangan berbeda, sebaliknya,” ujarnya.
"Kok bisa ada pejabat kata-katanya berkebalikan dengan kebijakannya. Subsidi pupuk dicabuti. Impor beras menjelang panen. Kok kejam banget sama petani,” kata Rizal Ramli.
Lagipula, kata Rizal, setiap kali impor, pengusaha quota impor bisa untung USD 20 per ton.
"Jika impor 2 juta ton, maka untungnya USD 400 juta atau Rp6 triliun, sebagian jadi saweran untuk pejabat-pejabat," tandasnya.
Rizal menilai kebijakan impor tersebut hanya menguntungkan importir quota, pejabat-pejabat, meningkatkan kesejahteraan petani di Thailand, Vietnam dan lain-lain. Tetapi, membuat petani Indonesia semakin miskin.
“Saya merasa kesal jika ada kebijakan yang merugikan rakyat, makanya tak kepret,” kata Rizal Ramli.
"Situ itu pemimpin sok pro-petani, selfie-selfie bolak balik seolah pro-petani, tapi kebijakan-kebijakan sampeyan sebaliknya pro-impor dan pro-importir-quota! Sampeyan kok tega bikin petani Indonesia semakin miskin? Kejam," ujar Rizal Ramli.(*)