KETIK, SIDOARJO – Tradisi makan ketupat saat lebaran sudah diturunkan dari waktu ke waktu. Mulai dari leluhur, buyut, kakek hingga generasi saat ini. Tak terkecuali mereka yang kini tak memiliki orang tua atau yatim piatu. Agar tetap lestari, puluhan anak yatim di Sidoarjo belajar membuat ketupat.
Berdasarkan sejumlah literatur yang ditemukan, asal-usul kata Ketupat atau dalam bahasa Jawa lazim disebut Kupat merupakan sebuah akronim dari kata Ngaku Lepat (mengaku salah). Simbolisasi dalam bentuk anyaman janur ini digunakan sejak zaman Wali Songo, tepatnya Sunan Kalijaga. Ia menggunakan kupat sebagai salah satu media dakwah dalam mensyiarkan Islam di tanah Jawa di tengah masih banyaknya masayarakatnya yang beragama Hindu maupun Budha.
Sebelum membuat kupat, satu persatu anak-anak diberikan dua buah janur kuning yang akan dipakai untuk bahan membuat kupat. Meski kesulitan, tapi anak-anak terlihat sangat antusias melihat dan langsung mempraktikkan arahan dari pembimbing dalam membuat kupat yang berasal dari Forum Wartawan Sidoarjo (Forwas) bekerja sama dengan Fave Hotel Sidoarjo.
Executive Manager Favehotel Sidoarjo, Eka Dewi Kurniawati mengungkapkan, selain untuk mengisi waktu berbuka puasa, sekaligus untuk memberi edukasi anak-anak agar bisa membuat ketupat, tak hanya menikmati saja saat lebaran.
“Kita ingin ngasih pengalaman yang berbeda untuk adek-adek ketika ngabuburit, kita ajari bikin ketupat,” ucap Eka Dewi.
Keseruan pun semakin pecah, tatkala anak-anak bukanlah membuat kupat justru dengan kemampuan mereka membuat benda lain, mulai dari anyaman tikar hingga mainan pecut dari janur.
Tak hanya itu, jika lazimnya kupat atau ketupat akan diisi beras lalu dimasak dan dikonsumsi, maka ketupat yang dibuat kali ini diisi dengan harapan dan cita cita anak-anak yatim piatu ini saat lebaran tiba. Ada yang menuliskan ingin baju baru, sepatu baru hingga harapan kemakmuran untuk Bangsa Indonesia.
“Ini tradisi yang ditunggu-tunggu saat lebaran. Agar mereka juga tahu bagaimana membuatnya dan melestarikan tradisi ketupat jelang lebaran,” imbuh Eka Dewi.
Keseruan terlihat saat anak-anak menirukan membuat ketupat. Seperti dikatakan Mutia, salah satu peserta. “Iya susah buatnya. Cara menganyamnya tidak bisa tapi saya senang sekali,” katanya polos.
Kegiatan ini sendiri sengaja di gelar oleh Forwas bersama sekumpulan warga yang ingin berbagi dengan anak-anak yatim piatu di bulan Ramadan, sekaligus melestarikan tradisi membuat ketupat kepada generasi muda agar tak punah di kemudian hari.
Usai membuat kupat dan mengisinya dengan harapan, anak-anak ini diajak untuk berbuka puasa bersama. (*)