KETIK, MALANG – Berbagai pegiat literasi antusias menghadiri Seminar dan Kajian Pesantren dari Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat (PSP2M) Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (UPT PKM) Univeristas Brawijaya (UB). Dalam kegiatan yang berlangsung pada Jumat (27/10/2023) ini mendorong terbangunnya basis pemikiran pesantren.
KH Mohammad Nafi selaku Pengasuh Pesma Al-Hikam Malang menjelaskan refleksi diksi-diksi apik yang dilekatkan pada pesantren perlu menjadi perhatian bersama. Terlebih dalam konteks refleksi mendalam terhadap apa yang ada dan sedang terjadi di pesantren.
"Pesantren sudah terlanjur disebut sebagai entitas yang tak pernah ada habisnya untuk dikaji. Mulai dari arus pemikiran, dinamika, dan tradisi yang dipertahankan sekaligus berkembang di dalamnya. Kegiatan ini salah satu upaya untuk mendiskusikan hal itu," tandas Wakil Rais Syuriah PCNU tersebut.
Turut hadir Prof Dr Mujamil Qomar yang merupakan Guru Besar Filsafat dan Pemikiran Islam Modern UIN SATU Tulungagung. Ia menjelaskan sebuah refleksi dalam buku "Aksiologi Pendidikan Pesantren: Etika dan Internalisasi Nilai Islam di Pesantren," "Intelegensia Pesantren: Epistemologi Pembaharuan Pesantren," dan "Arus Utama Pemikiran Pesantren".
"Masing-masing buku saya ini menghadirkan refleksi dan usulan-usulan baru dalam membangun basis pemikiran pesantren," ujarnya.
Tak hanya itu, buku ciptaannya juga menguji berbagai capaian pendidikan serta kitab kuning yang ada di pesantren. Menurutnya kitab kuning menhambil peran dalam meragamkan pemikiran di pesantren.
"Ada juga yang menguji 'capaian' pendidikan dan kitab kuning yang ada di pesantren. Kitab kuning berjasa dalam mewarnai pemikiran pesantren. Namun jika kita menganggap kitab kuning mampu menjawab segala persoalan agama kontemporer, ini masih perlu dikaji aktualisasi dan relevansinya," lanjutnya.
Prof Dr KH Ahmad Munjin Nasih, Guru Besar Pemikiran Islam Universitas Negeri Malang juga terlibat dalam dialog tersebut. Ia menegaskan arus pemikiran kalangan pesantren bisa dilacak dari tiga kategori yang dirumuskan oleh pemikir muslim, yaitu tekstual, kontekstual, dan liberal.
"Ketiga arus tersebut dengan mudah kita temukan di pesantren. Hal ini menjadi bagian dari akar dan dinamika pemikiran Islam di Indonesia," jelasnya.
Adapun Dr Mohammad Anas, Dosen Filsafat dan Sosiologi Modern UB sekaligus Kepala UPT PKM UB memberikan penjelasan mengenai tuduhan stagnasi pemikiran Islam dan pesantren yang tidak tepat.
"Pesantren di Indonesia mayoritas bermadzhab Syafi'i memiliki akar pemikiran dan rasionalitas yang kuat. Kondisi ini menjadi modal luar biasa untuk mengembangkan pesantren dari aspek pemikiran," katanya. (*)