KETIK, PACITAN – Raup untung puluhan juta rupiah tiap bulannya, Arum Gerabah asal Kabupaten Pacitan, Jawa Timur tetap eksis menjadi jujukan masyarakat lokal hingga nasional.
Owner Arum Gerabah Astuti (35) mengatakan produk alias kerajinan yang dia tekuni puluhan tahun itu mengandalkan kulitas dan keindahan bentuk gerabah menyesuikan perkembangan zaman.
Sehingga, saat ditaruh dalam rumah tampak indah dan elegan ditambah bentuknya yang memiliki aura tersendiri.
"Gerabah di sini dijual kebanyakan ke luar kota, dan produksi dari dua dusun Purwosari dan Gunung Cilik, hampir 95 persen didominasi oleh ibu-ibu,"katanya, Minggu (30/4/2023).
Harganya pun terjangkau menyesuaikan besar kecilnya gerabah serta modelnya, mulai dari harga Rp2 ribuan hingga ratusan ribu . Pilihannya berbagai macam model gerabah, seperti pot, hiasan, peralatan dapur, guci, teko dan lainnya.
Sejauh ini, Arum Gerabah yang beralamat di Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung ini berdiri sejak sekitar kurun waktu enam tahun. Arum Gerabah menjual produknya ke beberapa tempat di Pacitan hingga ke Jakarta, Surabaya, Blitar, Tulungagung, Kediri, Sumatera, Lampung.
Selain produksi sendiri, Arum Gerabah juga memiliki 90 mitra produksi (perajin rumahan) dengan memberdayakan ibu rumah tangga sehingga dapat menambah perekonomian masyarakat.
Astuti menceritakan kisah dirinya sebelum menekuni usaha gerabah. Dulu dia sempat bekerja di perusahaan swasta, sebelum memutuskan untuk mulai mengelola industri gerabah.
"Dulu setelah saya lulus sekolah bekerja di radio swasta di Pacitan menjadi admin dan marketing. Setelah itu saya pernah kerja di salah satu operator,"terangnya.
Saat itu harga jual dan inovasi dari perajin sangat rendah,. Lalu ia mulai berpkir ika pengelolaan industri gerabah ini tidak ada perubahan, imbasnya mungkin tidak akan ada generasi-generasi selanjutnya.
Karena industri gerabah dianggap tidak menguntungkan, padahal Industri ini menjadi penopang perekonomian keluarga masyarakat sekitar.
Suasana saat pegawai Arum Gerabah tengah memproduksi gerabah serta finishing agar tampak indah dan berkualitas (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
"Di lingkungan ada beberapa pedagang dan pengepul tapi sistem pemasaran masih tradisional dengan cara diproduksi terus dibawa ke pasar termasuk ibu saya. Liat ibu setiap hari membuat gerabah, kemudian saya menyadari sulitnya produksi tetapi tidak sebanding dengan harga jualnya."lanjutnya.
Dengan upaya untuk melestarikan dan tetap menghidupkan industri di lingkungannya, awalnya ia mulai mencoba memajang gerabah di depan rumah, memasarkan di media sosial, teman, saudara dan di berbagai kegiatan.
"Kan saya punya temen, punya saudara atau pas lagi ke mana, dulu awalnya saya sering mempromosikan memakai produk nya tetangga. Jadi saya beli terus saya tawarkan, ini oleh-oleh dari Pacitan," kisahnya.
"Saya dulu mulai posting di WA, juga sering ikut nimbrung acara di alun-alun, pantai, kegiatan dengan menggelar tikar, kadang ngikut di tenda orang lain. Saya dulu itu kadang cuma pinjam produk tetanggaku untuk saya tawarkan," lanjutnya.
Namun, yang menjadi tantangan utama semakin banyak perabotan rumah tangga yang dari gerabah digeser menjadi perabotan rumah tangga berbahan plastik,aluminium, besi dan baja.
Maka dari itu, ia terus berinovasi agar masih dapat bertahan pada perubahan zaman, dengan cara produksi patung berbentuk kartun, tempat aroma terapi, cangkir cantik dan lain sebagainya.
"Arum gerabah akan terus berupaya untuk berinovasi pada produk kerajinan gerabah ini, supaya bisa mengikuti trend dan kebutuhan masyarakat,"ucapnya.(*)