KETIK, SURABAYA – Untuk mencari keakuratan data satelit dan deteksi objek permukaam bumi, Guru Besar atau Profesor ke-173 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Lalu Muhamad Jaelani ST MSc PhD meneliti algoritma koreksi citra satelit dan deteksi objek di permukaan bumi.
Lalu menjelaskan bahwa pengembangan ilmu di bidang penginderaan jauh sudah banyak bergeser.
Dari yang sebelumnya untuk mendapatkan akurasi geometrik pada citra, menjadi bagaimana mengolah data spektral dari citra menjadi berbagai informasi yang bermanfaat.
“Perubahan ini menjadi peluang banyak penelitian,” ungkap profesor bidang penginderaan jauh pasif ini.
Dari pemanfaatan data spektral citra tersebut memerlukan perbaikan kualitas citra karena adanya kesalahan dalam pengambilan data.
Adapun kesalahan dapat disebabkan oleh gangguan energi radiasi elektromagnetik dan pengaruh sudut elevasi matahari.
“Penelitian saya kali ini akan berfokus dalam menghilangkan pengaruh lapisan atmosfer atau koreksi atmosfer dalam citra satelit,” paparnya.
Dalam orasi ilmiahnya, lelaki kelahiran Kotaraja ini menjelaskan, sensor pada satelit merekam campuran sinyal yang berasal dari pantulan permukaan bumi dengan partikel gas yang ada di atmosfer.
Dalam kondisi tertentu, hanya 10 persen sinyal yang direkam berasal dari air, sisanya dari atmosfer dalam bentuk spektrum warna tampak. Oleh karena itu, diperlukan koreksi atmosfer untuk mendapatkan sinyal murni dari permukaan bumi.
Lebih lanjut, menurut Lalu, melalui pengolahan data spektrum warna tampak (visible spectrum) bisa didapatkan informasi dari permukaan bumi yang mungkin tidak terlihat secara visual oleh mata kita. Seperti pemanfaatan di dalam perairan untuk pemantauan kualitas air.
“Informasi tersebut dapat dideteksi keberadaannya menggunakan sensor satelit penginderaan jauh,” terang lulusan sarjana Teknik Geodesi ITS 2003 itu.
Selain di perairan, lanjut lelaki berkacamata ini, pemanfaatan hasil riset yang telah dilakukannya tersebut juga diterapkan di wilayah darat dan udara. Seperti untuk pemantauan sumber pencemar udara guna mengatasi kualitas udara yang menurun di wilayah tertentu.
Selain itu, untuk pemetaan area rawan bencana yang dapat digunakan untuk membantu upaya mitigasi bencana.
Kepala Subdirektorat Pengabdian kepada Masyarakat ITS ini mengungkapkan, data yang digunakan dalam riset ini adalah data penginderaan jauh terkait permukaan bumi yang direkam secara langsung.
Setelahnya, dalam melakukan proses koreksi atmosfer menggunakan software pengolahan citra, salah satunya ArcGIS. Oleh karena itu, estimasi parameter permukaan bumi dengan penginderaan jauh sangat bergantung pada koreksi atmosfernya.
Lulusan doktor dari University of Tsukuba, Jepang ini juga menyampaikan, pemanfaatan data penginderaan jauh memerlukan ketersediaan data dasar yang akurat serta metode pemrosesan yang tepat dan cepat.
“Semoga dengan tersedianya data penginderaan jauh dan algoritma model yang akurat dapat meningkatkan produk dengan akurasi yang tinggi pula,” pungkasnya. (*)