KETIK, SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menekankan pentingnya hubungan harmonis dalam rumah tangga sebagai kunci utama dari moderasi dan toleransi beragama, bersuku, dan berbudaya.
Hal ini Khofifah sampaikan dalam forum Penguatan Moderasi Beragama Berbasis Keluarga Maslahah gelaran Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur di Gedung Muzdalifah Asrama Haji Surabaya pada Senin (12/12).
"Moderasi adalah kebutuhan kita, karena Indonesia ini multikultural. Maka harmonious partnership antara ras, agama, suku, dan kebudayaan harus dijaga. Forum ini menurut saya seperti gayung bersambut dengan kebutuhan daerah, nasional, dan global," ungkap Khofifah dalam rilis resmi.
Gubernur perempuan pertama Jatim ini menyebutkan pentingnya menanamkan nilai kebhinekaan dan keberagaman dalam keluarga. Sebab, pendidikan pertama seorang anak berasal dari keluarganya.
Di sini, figur suami istri yang harmonis akan dapat menunjukkan pada anggota keluarganya apa arti dan bentuk toleransi serta moderasi serta pentingnya membangun perdamaian.
"Bagaimana sebetulnya introduksi nilai keberagaman dan kebhinekaan itu awalnya dibangun di masing-masing keluarga, dan dari situ tiap anggota keluarga dapat menemukan bahwa harmoni itu penting," ujarnya.
Khofifah pun mengimbau pada kepala Kantor Urusan Agama (KUA) untuk menyampaikan pesan terkait keharmonisan pada calon-calon pengantin. Sebab, imbas keharmonian rumah tangga sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
"Langkah-langkah untuk membangun harmonious relationship ini harus terus disemai. Saya harap masing-masing KUA dapat menyampaikan pesan ini seluas luasnya," katanya.
Dari kiri: Rais ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar, KH. Anwar Iskandar, Menteri Agama Republik Indonesia KH. Yaqut Cholil Choumas, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid. (Foto: Humas Pemprov Jatim)
Khofifah turut mengapresiasi geliat Kanwil Kemenag Jatim dan KUA di Jatim dalam menyampaikan pesan ini. Hal ini mengingat bahwa per Oktober 2022, tingkat perceraian di Jatim telah menurun dibanding tahun 2021.
Sebelumnya di tahun 2020, terdapat kasus cerai gugat sejumlah 62.388 dan cerai talak sejumlah 25.600. Jumlah cerai gugat meningkat di tahun 2021 sebagai imbas dari Covid-19, PHK yang luas , dan kasus perceraian dengan 63.006 kasus dan 25.038 kasus cerai talak.
Dan kabar baiknya, jumlah ini turun menjadi 53.332 kasus cerai gugat dan 20.675 kasus cerai talak per Januari - Oktober 2022.
"Salah satu penyebab angka cerai gugat lebih besar dibanding cerai talak, karena kesempatan perempuan di bidang kewirausahaan lebih besar untuk menghidupi keluarganya. Oleh karena itu saya mengajak pasangan suami istri tidak melihat hubungan suami istri sebagai hubungan kuasa tetapi Allah memberikan rejeki bisa melalui istri bisa melalui suami. Maka hubungan suami istri harus dibangun harmonis bukan sebagai relasi kuasa ," sebut Khofifah.
"Sama-sama kita mengintroduksi langkah-langkah solutif bersama, dan alhamdulillah, Januari sampai Oktober 2022 perceraian di Jatim menjadi turun. Semoga bisa terus kita turunkan angka perceraian di Jatim," imbuhnya.
Khofifah melanjutkan, Pengadilan Tinggi Agama, Kanwil Kemenag, BKKBN, MUI, dan Pemprov Jatim telah melakukan inisiatif berupa penandatanganan pakta integritas perihal ketahanan keluarga dan pencegahan dispensasi perkawinan usia dini di momen Hari Keluarga Nasional. Serta, optimalisasi peran Puspaga (Pusat pembelajaran Keluarga) dan organisasi perempuan lainnya untuk konseling keluarga.
Khofifah pun berpesan agar konseling pra-nikah digencarkan sebagai syarat mutlak pernikahan. Harapnya, calon pengantin akan mendapatkan pembekalan untuk membangun keluarga yang harmonis, toleran, dan sarat akan moderasi. Ditambah, program pemberdayaan ekonomi keluarga untuk menekan tingkat perceraian sebab permasalahan ekonomi.
Tak berhenti di situ, Khofifah juga menekankan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mencegah adanya pernikahan dini dan perkawinan anak, serta memberikan sorotan khusus pada kekerasan dalam rumah tangga.
"Konseling pra-nikah sebaiknya digalakkan dan menjadi syarat mutlak pasangan menikah, lalu diberikan sertifikat bukti telah mengikuti penyuluhan. Kita juga bisa adakan upaya perbaikan perekonomian keluarga melalui program-program pemberdayaan ekonomi keluarga untuk mengurangi kasus perceraian karena dasar ekonomi," Khofifah menyarankan.
"Kita lakukan juga pencegahan dispensasi kawin anak berbasis masyarakat dan menggalakan semua toga tomas. Kuatkan peran satgas Perlindungan perempuan dan anak (PPA) dan Penanganan masalah Perempuan dan Anak (PPMA) hingga menyeluruh ke RT/RW, dikawal oleh Bupati/walikota setempat," pesannya.
Di akhir, Gubernur Khofifah menyampaikan bahwa hubungan pernikahan tidak boleh didasari oleh relasi kuasa. Hubungan ini, lanjutnya, adalah ikatan sakral yang harus diwarnai dengan rasa hormat terhadap sesama.
"Di antara laki-laki dan perempuan hubungannya harus harmonis dan tidak didasari power relation. Hubungan suami istri tidak seyogyanya dijadikan hubungan relasi kuasa, siapa yang lebih kuat atau siapa yang bisa hasilkan uang lebih banyak. Ini hubungan ikatan yang kuat dan penuh penghormatan," tutupnya.
Turut menghadiri forum tersebut Menteri Agama Republik Indonesia KH. Yaqut Cholil Choumas, Rais ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar, Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H. Saifullah Yusuf, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, KH. Anwar Manshur, KH. Anwar Iskandar, Ketua Umum MUI Jatim KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, Kepala Kanwil Kemenag Jatim Husnul Maram.(*)