KETIK, SURABAYA – Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya kembali berbangga. Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Nurhansya Futra mendobrak sistem peradilan anak di Indonesia lewat gagasannya berupa tesis yang berjudul ‘Penanganan Perkara Anak Berbasis Transformative Justice Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak’.
Mahasiswa asli Penajam Paser Utara Kalimantan Timur ini mengaku mendapatkan arahan penuh dosen pembimbingnya yakni Dr. Erny Herlin Setyprini, S.H., M.H.,.
Awalnya Nurhan ingin meneliti lebih dalam konsep restorative justice yakni penyelesaian perkara yang mementingkan kepentingan korban dan pelaku di mana sering digunakan dalam penanganan kasus pidana anak.
Sebab, menurutnya restorative justice sering kali tidak digunakan dan tidak menemukan kesepakatan.
Namun dosen pembimbing sekaligus kepala Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum Untag Surabaya itu menyarankan Nurhan melangkah lebih jauh untuk memberikan antitesis terhadap konsep restorative justice dengan menawarkan konsep baru yakni transformative justice.
Aktif sebagai Junior Advokat, Nurhan mengaku restorative justice belum mampu menjangkau keadilan secara komprehensif, “Jadi penelitian ini, saya memberikan kritik atas konsep restorative justice atau pemulihan kembali tindak pidana,” ungkap Nurhan.
Dalam tesisnya, ia membandingkan keadilan restoratif yang hanya berkonsentrasi pada pemulihan antara pelaku dan korban. Sementara itu, keadilan transformatif lebih jauh mempertimbangan ekonomi, sosial dan budaya anak sebagai pelaku tindak pidana.
Nurhan mengilustrasikannya dengan kasus kecelakaan yang dilakukan seorang anak di bawah 18 tahun sehingga mengakibatkan korban jiwa.
“Keadilan traansformatif melihat lebih luas dan jangka panjang. Seperti halnya ketika ada seorang anak yang menabrak orang lain kemudian meninggal, orang tua anak atau anak itu bertanggung jawab kepada keluarga korban dan terdapat kompensasi jelas, seperti menanggung biaya hidup keluarga korban,” ungkap Nurhan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ilustrasi tersebut mendekatkan kepada konsep transformative justice.
Dalam penelitiannya, ia menggunakan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Dari kesimpulan penelitiannya Nurhan mengungkapkan transformative justice menjadi formulasi atau alternatif baru.
“Transformative justice menjadi formulasi baru karena selama ini konsep yang digunakan sebatas restoratif. Selain itu belum adanya undang-undang yang mengatur transformative justice dalam penanganan perkara anak yang berhadapan dengan hukum,” tukas pria yang akan diwisuda Sabtu besok.
Dengan adanya konsep mengenai transformative justice ini, Nurhan berharap penanganan kasus pidana anak akan jauh lebih efektif.
"Ke depannya saya berharap sistem pidana anak bisa lebih efektif dan efisien. Transformative justice senantiasa dapat memperhatikan kesejahteraan anak dengan menghindarkan pada sanksi-sanksi yang sekadar menghukum,” ungkap Nurhan yang sukses menyelesaikan studi magisternya selama tiga semester dengan predikat cumlaude. (*)