KETIK, SURABAYA – Koalisi Perubahan terus melakukan konsolidasi setelah Demokrat dan PKS secara resmi menyatakan dukungan untuk Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres). Pada Jumat (3/2), para petinggi PKS mendatangi kantor Partai NasDem yang diklaim hanya sekadar untuk silaturahim.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali mengatakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa jadi salah satu figur yang diperhitungkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies Baswedan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Menurut dia, sebagai Gubernur Jawa Timur, Khofifah pasti punya basis massa.
“Jadi Ibu Khofifah menjadi salah satu figur yang orang perhitungkan pastilah. Sebagai gubernur Jawa Timur pasti punya basis massa,” kata Ali, Selasa, (23/1).
Ada dua sosok yang layak dipilih menjadi pendamping Anies, yaitu Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Di atas kertas, dua sosok tersebut sama kuat di Jatim. AHY kuat di basis nasionalis. Sementara Khofifah diterima di warga Nahdliyin.
AHY diterima pula kalangan milenial di Jawa Timur. Selain itu, AHY mendapatkan sokongan dari pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang sampai saat ini jumlahnya masih banyak. Umumnya, mereka masih berpengaruh di Jatim.
Pengamat komunikasi politik, M Jamiluddin Ritonga menilai, Koalisi Perubahan tidak lama lagi akan mendeklarasikan Anies sebagai bacapres. Soal bacawapresnya kemungkinan dideklarasikan setelah koalisi lain mengumumkan capres yang diusung.
Jatim akan dapat dikuasai menggunakan jaringan dan mesin politik yang dimilikinya. Sedangkan, Khofifah kuat di kalangan Nahdliyin.
"Jadi, Koalisi Perubahan tinggal memilih AHY atau Khofifah menjadi pendamping Anies," kata dosen Universitas Esa Unggul tersebut.
Mengacu pada pemilu-pemilu sebelumnya, cawapres biasanya muncul belakangan. Bahkan bisa H-1 pendaftaran. Masing-masing capres dan koalisinya saling memantau dan mengintip siapa yang akan dijadikan pasangan oleh lawan. Sebab, skema siapa berpasangan dengan siapa ikut mempengaruhi elektabilitas dan menentukan kemenangan.
Langkah perubahan harus diawali dengan memilih pasangan yang di mata publik diyakini mampu bekerja dan membuat perubahan itu. Bukan sekadar pasangan vote getter. Apalagi pasangan titipan partai atau lebih parah lagi, titipan oligarki. Bukan pasangan yang hanya mengandalkan popularitas atau mampu menyediakan logistik.
Di Pilkada, pasangan semacam ini banyak terjadi. Setelah menang, kerjanya hanya bagi-bagi dan korupsi. Negara tersandera oleh popularitas dan modal mereka.
Di mata publik, pasangan yang siap kerja, juga memenuhi syarat elektabilitas dan berpeluang diterima oleh partai-partai Koalisi Perubahan adalah Khofifah.
Selain punya integritas, Khofifah punya pengalaman cukup panjang di pemerintahan. Khofifah pernah menjadi menteri sosial dan Gubernur Jawa Timur. Mirip dengan Anies, menjadi Mendikbud dan Gubernur DKI. Keduanya tahu persoalan di pusat, dan memahami berbagai persoalan di daerah. (*)