KETIK, SURABAYA – Sebagai provinsi yang memiliki hutan mangrove terluas di pulau Jawa, Jawa Timur terus menunjukkan konsistensinya untuk terus berupaya menjaga hutan mangrove dan ekosistem yang ada di dalamnya. Dengan luas hutan mangrove mencapai 22.221 Hektar atau sekitar 48 persen dari luas hutan mangrove di pulau Jawa. Provinsi Jawa Timur ingin berperan dalam usaha pengurangan karbon global dan menjaga keragaman hayati.
Oleh sebab itu melalui Festival Mangrove Jawa Timur Ke-III di Wisata Bahari Tlocor dan Pulau Lusi, Desa Kedungpandan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Minggu (29/1). Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terus memasifkan upaya penguatan eksosistem mangrove di sejumlah wilayah.
Perlu diketahui, Pulau Lusi (Lumpur Sidoarjo) merupakan daratan yang terbentuk akibat endapan lumpur pada muara sungai Porong yang telah ditumbuhi beraneka jenis mangrove dan tanaman hutan lainnya dengan kerapatan rendah hingga tinggi.
Didampingi Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marvest Nani Hendiarti dan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Gubernur Khofifah memimpin langsung penanaman 1.000 bibit mangrove dan bibit pohon produktif. Serta pelepasliaran burung air dan biota air berupa ikan dan udang sejumlah 23 ribu ekor di perairan Pulau Lusi Sidoarjo.
Gubernur Khofifah mengatakan, Festival Mangrove merupakan salah satu upaya untuk membangun sinergi hulu hilir yang lebih luas dalam menjaga ekosistem mangrove. Hal ini karena ekosistem mangrove telah memberikan kemanfaatan baik dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial bagi masyarakat pesisir.
"Pada dasarnya kalau hanya nandur mangrove kita hampir dua minggu sekali melakukan itu. Rata-rata pantai di Jawa Timur sudah pernah kita datangi untuk nandur mangrove. Tapi di Festival Mangrove ini ada upaya hulu hilir secara integratif yang kita lakukan untuk menjaga eksosistemnya," katanya.
Khofifah bersama sejumlah pejabat melepaskan benih ikan dikawasan hutan mangrove. ( Foto : Humas Pemprov Jatim )
Khofifah mengatakan, dalam Festival Mangrove, tidak hanya penanaman, tapi juga pelepasliaran burung dan biota laut sesuai habitat pantai setempat. Serta penanaman pohon produktif seperti cemara udang dan juga pameran produk hilirisasi dari mangrove seperti batik ataupun makanan berbahan dasar mangrove.
"Jadi sebenarnya festival ini kita berbicara soal ekosistemnya, bukan hanya mangrove-nya saja. Ekosistem itu ada ikan, kepiting, udang, cemara udang sampai dengan end product-nya. Jadi hilirisasi yakni apa yang bisa diberikan penguatan aspek sosial ekonomi. Maka hal ini terintegrasi dari sangat banyak sektor itulah kita sebut festival mangrove," ungkapnya.
Menurutnya, banyak jenis hilirisasi mangrove yang sudah tumbuh dan berkembang menjadi produk-produk UMKM, bahkan ada yang sudah go international. Seperti produk UMKM berupa kerajinan dari mangrove yang menjadi salah satu cenderamata saat gelaran KTT G20 di Bali beberapa waktu lalu.
Tidak hanya itu, adapula batik yang menggunakan pewarna alam dari mangrove, kue-kue yang berbahan dasar tepung mangrove, serta produk makanan hasil mangrove lainnya seperti sirup.
"Jadi ini sebetulnya punya dampak ekonomi yang bagus sekali selain juga dampak ekologi untuk lingkungan. Karena kita berharap bahwa mangrove ini akan menjadi penahan abrasi. Selain mangrove kita juga tadi menanam cemara udang. Dalam banyak referensi cemara udang itu bisa memiliki ketahanan hidup sampai 500 tahun. Jadi kalau menahan abrasi yang kuat selain mangrove adalah cemara udang," urainya.
Tercatat dari Tahun 2020-2022 telah dilaksanakan penanaman mangrove di pesisir Jawa Timur melalui dana APBD, APBN, dan penanaman mangrove Gubernur bersama para pihak seluas 1.516,57 Ha atau sejumlah 5.662.418 batang bibit mangrove.
Sebelumnya, telah diselenggarakan Festival Mangrove ke-I Bulan Agustus 2022 di Kabupaten Pasuruan dan Festival Mangrove ke-II Bulan Desember 2022 di Kabupaten Sampang.(*)