KETIK, PACITAN – Beragam cara dakwah agama Islam di Indonesia pada saat ini. Pedalang wayang kulit Sokiran (78) asal RT 01 RW 01, Krajan, Desa Katipugal, Kebonagung, Pacitan, Jawa Timur syiarkan Islam melalui kesenian tradisional wayang kulit.
"Lebih mudah diterima kalau menggunakan kesenian, seperti sunan Kalijaga saat dakwah. Apalagi kalau disampaikan dengan seni, bakal lebih indah." katanya, Sabtu (10/6/2023).
Kakek satu cucu itu mengaku, kesenian wayang kulit yang ia geluti sejak usia anak itu, sekarang peminatnya sedikit. Mengingat, generasi muda sekarang beralih ke pertunjukan modern.
"Karena kita tidak punya kendali, lihat saja sekarang anak muda suka tontonan, yang tidak memberikan tuntunan. Memang perputaran zaman tidak bisa dihindari," ungkapnya.
Sokiran saat memperlihatkan sejumlah tokoh Wayang Kulit. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Meski begitu, dia tetap meyakini, bahwa agama dan kesenian tidak bisa dipisahkan. Menurut pria yang kerap disapa Mbah Sokiran itu, apabila kesenian tanpa agama pasti akan menimbulkan kelalaian dan maksiat.
"Kita hidup dengan seni menjadi indah, hidup dengan agama jadi terarah. Seni tanpa agama akan menimbulkan maksiat, seperti musik diskotik," imbuhnya.
Dalam dakwahnya melalui pagelaran wayang kulit, ia lakukan ke berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Pacitan. Selain sebagai pekerjaan, menekuni sebagai pedalang itu untuk melestarikan kesenian tersebut.
Contoh dakwahnya, ada salah satu karakter pewayangan Puntodewo, yang memiliki sifat arif bijaksana, sederhana, bangga dengan budayanya sendiri. Tak hanua itu,dia juga Istiqomah dalam manembah (menyembah) Tuhan-nya.
"Puntodewo itu sifatnya arif, konsisten (Istiqomah), tidak mau berpakaian seperti seorang raja. Hidupnya sangat sederhana, manembahe khusuk banget, sampai sanggul rambutnya dimasukkan jimat jamus kalimosodo alias kalimat syahadat," paparnya.
Adapun filosofi dalam wayang, kata dia, mengajak masyarakat untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan. Selain itu, menanamkan kepada masyarakat semangat amar ma'ruf nahi mungkar atau mengajak orang berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat. (*)