KETIK, SURABAYA – Seorang kreator konten asal Surabaya, Ali Azhar Damarrosydi harus gugur di Pemilihan Duta Wisata Cak dan Ning Surabaya di tahun 2024. Padahal, di jagat media sosial ia sudah terkenal dengan reputasinya melalui karya-karya mengenai sejarah Kota Pahlawan.
Gugurnya Ali ini kemudian memicu pertanyaan dari yang bersangkutan. Ia hanya berhasil mencapai tahap penyisihan kedua dalam kompetisi Cak Ning Surabaya 2024.
"Baru pertama kali ikutan Cak Ning Surabaya, nggak papa kok namanya baru permulaan," ujar Ali.
Ali bercerita berawal dari mencoba-coba ingin menjadi duta wisata, ternyata dirinya lolos hingga babak penyisihan kedua.
"Saya pas awal-awal daftar itu niatnya emang buat coba-cobaan aja, tapi kok aku masuk ke penyisihan 2," jelas laki-laki hobi bikin konten ini.
Pada tahap pertama di kompetisi itu, Ali menyebut dirinya sangat lancar dan mahir menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh juri, namun dirinya tetap merasa gugup saat diinterview.
"Pokoknya di penyisihan 1 itu aku alhamdulilah lumayan lancar menjawab pertanyaan dari dewan juri, sumpah baru kali ini aku di interview sama dewan juri sampai bikin aku tegang dan overthinking," ucap lulusan Pondok Amanatul Ummah Surabaya ini.
Di babak penyisihan kedua, Ali merasa dirinya lancar menjawab pertanyaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, hingga dirinya dinyatakan lolos pada tahap ini.
"Di penyisihan 2 ini aku udah mulai lumayan lancar, meskipun banyak yang bilang kalau juri dari Disbudporapar Surabaya ini agak seram, tapi menurutku itu sih nggak ya. Soalnya bagiku malah lucu sama unik loh," jelas pemilik akun @aliazhard_
Sayangnya, mahasiswa Universitas Ciputra ini tidak lolos ke babak ketiga karena saat Forum Grup Discussion (FGD) mengenai pertanyaan nya tentang LPDP, dirinya kurang memahami hal itu karena dia berasal dari kampus swasta.
"Lalu pas pengumuman hasil Cak Ning Surabaya yang lolos ke penyisihan 3 aku nggak dipanggil, nah saya kan sebagai mahasiswa swasta agak kurang paham gimana LPDP itu, dan materinya juga di luar dari kisi kisi," papar Ali.
"Jadi saya hanya menjawab simpel saja seperti harus berkontribusi untuk desa terpencil, karena di sana juga kurang pendidikan nya, serta SDM nya juga," imbuh Ali.
Ali menerka-nerka, ia tidak berhasil lolos karena kurang menguasai pertanyaan itu. Menurutnya seharusnya dewan juri harus transparan karena para finalis dapat memperbaiki dirinya di masa mendatang.
"Karena penilaian jurinya juga dari segi apa kurang tahu, ya harusnya, kalau gagal lolos minimal diberi masukan atau apa gitu, intinya aja penilaian harus lebih transparan," jelas mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ini.
Ali berharap dengan penilaian dewan juri kedepannya, harus lebih transparan. Misalnya setelah pembacaan hasil pengumuman bagi yang tidak lolos harusnya diberi tahu apa yang kurang.
"Kan katanya kalau ikut Cak Ning harus bisa lebih berkembang lagi. Tapi kok begini, gimana mau berkembang. Kita aja nggak dikasih tahu apa yang kurang setelah pengumuman hasil sudah keluar kalau yang nggak lolos," tuturnya.
Ia menyayangkan karena para juri tidak transparan dengan kekurangan para finalis, menurutnya jika juri mengungkapkan kesalahan setiap finalis maka para calon-calon duta wisata dapat lebih berkembang.
"Tujuannya biar apa seperti itu biar peserta yang gagal lolos, ini bisa belajar dan berkembang lagi buat ikut Cak Ning tahun depan," jelas Ali.
Meskipun di tahun 2024 tak lolos, Ali mengaku dirinya tetap optimis mengikuti Duta Wisata Cak dan Ning Surabaya di tahun 2025.
"Untuk tahun depan insya Allah saya ikut lagi, karena minimal masuk paguyuban meskipun tidak menang," pungkas Ali Azhar Damarrosydi. (*)