KETIK, PACITAN – Meski harus bersaing dengan banyak jajanan kekinian, produksi kerupuk sermier masyarakat Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung, Pacitan, Jawa Timur masih tetap bertahan hingga saat ini. Rasanya pun bikin ketagihan.
Pasangan suami istri pembuat sermier Suratmin (56), dan Suharti (56), mengaku telah memulai usahanya sejak 19 tahun lalu. Menurutnya, kudapan gurih nan renyah itu sudah ada sejak simbah buyutnya dulu.
"Saya mulai usaha ini tahun 2004, sama suami. Sekarang tambah dibantu anak perempuan, dulu pas saya kecil sebetulnya sudah ada," kata Suharti, selasa (30/5/2023).
Bukan perkara sulit untuk menjumpai sermier, pasalnya ada puluhan rumah tangga yang menekuni usaha tersebut. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya jemuran kerupuk yang menghiasi teras rumah dan sudut desa.
Setiap warga bisa membuat kudapan gurih nan renyah itu, bukan melalui pelatihan khusus. Namun dipelajari secara otodidak, atau diajari orang tuanya.
Harti memaparkan, proses pembuatan sermier itu, dimulai dari mengupas singkong terlebih dahulu. Setelah itu dicuci sampai bersih, kemudian digiling dengan mesin sampai halus.
Kerupuk sermier dijemur di depan teras warga dan sudut desa saat cuaca sedang bagus (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Singkong halus tersebut kemudian dicampur dengan bumbu berupa ketumbar, bawang, garam, dan penyedap rasa. Singkong yang telah dibumbui, dibentuk lingkaran tipis dan ditempel pada tutup panci, lalu dikukus selama 1 menit.
Selepas itu ditata rapi pada teple (anyaman daun kelapa), untuk dijemur sampai kering.
"Kalau cuacanya panas, satu hari sudah kering. Kalau pas mendung bisa dua harian," paparnya.
Produksi sermier berlangsung hampir setiap hari. Pun dilakukan dini hari, agar saat menjelang siang hari, sermier basah sudah dapat dikeringkan.
Kerupuk sermier dari wilayahnya dinilai lebih sempurna dibanding lainnya. Lantaran bumbu dan dimodifikasi dengan varian rasa yang beraneka ragam, seperti ketumbar, original dan balado.
"Sermier di sini lebih enak dan gurih, kan banyak variasi juga, jadi tinggal mintanya gimana," jelasnya.
Sementara itu, Ia membeli singkong dari petani setempat, untuk satu karung singkong berukuran 50 kilogram biasanya dihargai Rp100 ribu. Setelah diolah menjadi sermier, Ia bisa meraup untung bersih sekitar Rp100 ribuan.
Kendati, Ia mengeluh, lantaran sekarang singkong sulit didapati, apalagi harganya yang kian tidak menentu. Lebih-lebih saat cuaca hujan, ia sering merugi, lantaran sermier yang kurang kering rawan ditumbuhi jamur.
"Sekarang bahan baku sulit (singkong) sama harganya tidak menentu. Apalagi cuaca saat hujan, sering membuat rugi, karena tidak kering dan berjamur," imbuhnya.
Ia berharap, agar kedepannya sermier bisa diterima di khalayak ramai, alih-alih jadi buah tangan khas Pacitan. Mengingat harga jual yang cukup ekonomis, sehingga menjadi sumber penghasilan masyarakat sekitar.
"Produk sermier ini, kedepannya semoga menjadi oleh-oleh terkenal dari kota ini. Apalagi harganya kan murah, itu bisa menjadi sumber penghasilan tetap masyarakat sini," tandasnya.
Lebih lanjut, harga sermier mentah belum digoreng yang dijual Suharti per kilogramnya, Rp22-25 ribu tergantung varian rasanya. Sedangkan untuk yang sudah dibungkus, Rp5 ribu dapat 3 bungkus, per bungkus isi 10 buah. Umumnya masyarakat sekitar menjual sermier ke pasar, juga melayani online maupun pembelian kerumah. (*)