KETIK, PACITAN – Kisah blantik wedus alias pedagang kambing, Sofingi, warga asal Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan, Pacitan Jawa Timur ini patut jadi contoh. Pria 55 tahun ini berhasil memasarkan kambingnya sampai ke luar negeri. Keuntungan yang dia raup pun mencapai ratusan juta rupiah.
Dulu, Sofingi merupakan mantan Karyawan Perusahaan Elektronik di Kalimantan. Lalu sebab adanya krisis moneter (Krismon) tahun 1999, perusahaan yang ia tempati kerja mengalami kebangkrutan.
Akibatnya, ia dipecat oleh perusahaan hingga akhirnya ia memutuskan kembali ke kampung halamannya di Pacitan. Tidak menyerah, dengan modal seadanya ia beralih menjadi pedagang kambing, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Seiring berjalannya waktu, usahanya semakin berkembang. Kejujuran, dipercayai orang serta kelihaian mengelola dan berdagang kambing.
Sekarang, Ia mampu, menggaet bos-bos besar dari luar daerah, seperti Semarang, Jakarta, Batam, Riau hingga Singapura untuk bekerja sama dengannya. Tidak main-main, permintaan kambing dari luar daerah jadi angin segar untuknya, mulai dari puluhan ekor kambing hingga ratusan, per minggunya.
"Jadi bos-bos besar, seratus persen belanjanya di percayakan sama saya. Jadi ke sini cuman ngambil kambing, totalan terus kembali. Seperti tadi malam itu ngambil 36 ekor, kemarin 46 ekor. Saya cuma harus memastikan stok saya ada," kisahnya.
Sofingi tengah mengawasi kambing masuk ke kandangnya Senin, (12/6/2023) (Foto:Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Namun, menjual kambing keluar daerah bukan berati tidak berisiko. Kambing yang melalui perjalanan jauh rawan terjangkit penyakit hingga kematian. Dari hal itu pingi mengantisipasi dengan memberikan vitamin dan obat pada kambing yang baru datang ke kandangnya.
"Ketika semakin tinggi resikonya, ya syaratnya ketika kambing datang harus disuntik vitamin, dan diberikan obat. Kalau itu sudah dilakukan kemungkinan mati diperjalanan kecil," kata Sofingi, Senin, (12/6/2023).
Kegiatan sehari-hari pria yang kerap disapa Mbah Pingi itu merawat dan membeli kambing dari pasar hewan maupun petani. Sementara, persaingan di pasar hewan sangat ketat oleh pedagang kambing lainnya, apalagi menjelang Idul Adha seperti saat ini.
"Kalau di pasar hewan tidak mencukupi, karena semua bakul dari luar itu juga datang ke sini. Lha ini tadi saya juga cuman dapat 5 biasanya saya dapat 15 ekor," ungkapnya.
Sejauh ini, Mbah Pingi dibantu orang-orang kepercayaannya, untuk memenuhi kebutuhan stok per minggu. Dengan cara diinformasikan, apabila ada petani yang berkenan menjual kambing.
"Kemenangan saya itu menanam orang, di setiap desa. Misalnya Purworejo tidak ada yang jual kambing, oh mungkin di Banjarjo ada," tambahnya.
Menurutnya, momentum Idul Adha ini tidak terlalu berpengaruh besar pada penjualannya. Meski di hari biasa, pun ia tetap wajib mengisi kandangnya 40an ekor kambing per minggunya, bahkan bisa lebih, tergantung kebutuhan pasar.
"Penjualannya tidak ada momennya entah idul adha atau tidak, yang jelas jatahnya satu minggu sekali minimal 40 ekor kambing. Apalagi kalau tuntutan kebutuhannya banyak, kadang satu minggu sampai dua kali juga," tambahnya lagi.
Meski hasil penjualannya saat ini lumayan menurun, ia tetap raup untung puluhan juta rupiah. Berbeda dengan dulu, saat masih bekerja sama dengan pembeli dari luar negeri, keuntungan yang ia dapati tembus hingga ratusan juta.
"Ya umpamanya puluhan juta ya kemungkinan pasti lah, kalau pas kena susah kayak gini. kalau dulu masih menyetok 30 ekor kambing ke pembeli Singapura kayak gitu itu, ya mungkin bisa untuk membayar hutang (jawabnya sambil tertawa)," tandasnya.
Lanjut, harga jual kambing dagangannya terbilang masih cukup normal. Untuk kambing jantan berukuran sedang dibanderol Rp2,5 juta sampai dengan Rp3 juta. Kemudian untuk jenis tertentu dengan ukuran besar harganya sekitar Rp4 juta- Rp5 juta rupiah.(*)