KETIK, MALANG – Agroindustri saat ini tengah menjadi perbincangan di berbagai negara. Namun produksi limbah yang dihasilkan oleh industri ini berdampak buruk pada lingkungan bila tak ada upaya pengolahan.
Dua Guru Besar dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB) turut memberikan perhatian.
Prof. Sri Suhartini, seorang ahli dalam bidang teknologi pertanian, telah mengembangkan model teknologi Anaerobic Digestion-Integrated Biorefinery (ADIB) dalam mengatasi permasalah tersebut. ADIB memanfaatkan konsep zero waste dan integrasi biorefinery untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah.
"Teknologi ADIB ini relatif lebih mudah dan sudah komersialisasi. Di Indonesia, implementasinya masih terbatas dan berfokus bahan baku kotoran ternak. Agroindustri di Indonesia ada banyak masalah lingkungan karna keterbatasan teknologi, finansial, maupun ilmu pengetahuan," ujarnya pada Jumat (13/10/2023).
Namun teknologi ADIB masih perlu uji kinerja secara ekonomis, teknis, hingga uji lingkungan. Menurut Prof. Suhartini, masih diperlukan pengembangan otomatisasi reaktor dan integrasinya dengan sistem pemurnian biogas.
"Salah satu keunggulan model ini adalah pemanfaatan semua limbah, berkurangnya limbah, dan peningkatan produksi biogas," lanjutnya.
Guru besar selanjutnya yang menyoroti limbah agroindustri ialah Prof. Irnia Nurika. Ia menaruh perhatian besar terhadap pengembangan agroindustri berkelanjutan dengan menciptakan Integrated Lignocellulosic Biorefinery (ILB).
Ia menjelaskan bahwa ILB memiliki tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan biomassa lignoselulosa dari limbah agroindustri dan pertanian. Teknologi tersebut nantinya dapat menghasilkan bioproduk bernilai tinggi yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dengan ILB, ia berharap mampu meminimasi limbah dan mendukung tujuan ekonomi hijau, sirkular, dan berkelanjutan.
"Kami menggunakan biomasa yang lebih menitikberatkan pada limbah agroindustri atau pertanian yang mengandung lignocellulosic. Limbah jerami, tebu, itu merupakan contoh dari limbah agroindustri yang mengandung lignocellulosic," jelasnya.
Didalam lignocellulosic mengandung komponen penting yang dapat didegradasikan untuk menghasilkan biochemical atau bio based product . Karakteristik biomass yang sulit didegradasi membuatnya memerlukan bantuan mikroorganisme untuk memecah struktur lignocellulosic.
"Teknologi ini sudah banyak dijumpai terutama dalam skala industri. Kami menekankan memproduksi biochemical itu tidak mudah menghasilkan dalam kapasitas besar. Di Indonesia belum ada sama sekali sehingga bituh komitmen pemerintah, peneliti, akademisi, dan industri," tambahnya.(*)