KETIK, SIDOARJO – Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dihukum pidana 5 tahun penjara. Ia dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah menerima gratifikasi senilai Rp 44,6 miliar selama 10 tahun menjabat sebagai bupati. Vonis ini sedikit lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang sebelumnya menuntut pidana 5 tahun 3 bulan penjara.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Saiful Ilah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menerima gratifikasi,” ujar Ketua Majelis Hakim Ketut Suarta saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/12).
Selain dihukum pidana penjara, Saiful juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Bahkan ia juga diwajibkan untuk mengembalikan gratifikasi Rp 44,6 miliar, jika tidak aset-asetnya akan disita dan dilelang sebagai biaya pengganti. Namun apabila masih belum mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Gratifikasi itu diterima Saiful selama menduduki jabatannya sejak 2010 hingga 2020. Selain uang rupiah, dia juga menerima berbagai mata uang asing hingga barang-barang mewah. Di antaranya, CNY 42.500, SGD 126.000, GBP 2.830, USD 384.984,57, RUB 6.460, AUD 160, SAR 1283, INR 2.500, TRY 2.395, AZN 389, JPY 69.000 dan KRW 1.700.
Sedangkan untuk barang yang diterima antara lain, jam tangan merek Patek Philipe Genve, tas merek Tumi, tas merek Bally, tas merek Louis Vuitton, tiga ikat pinggang hingga tujuh handphone. Uang dan barang tersebut diberikan sejumlah pihak terkait dengan jabatannya sebagai bupati Sidoarjo.
Mendengar vonis hakim, Saiful langsung menyatakan banding.
“Saya mau banding, Yang Mulia,” tegas Terdakwa Saiful Ilah.
Pengacara Saiful, Mustofa Abidin mengatakan, perkara gratifikasi itu seharusnya ne bis in idem atau sama dengan kasus suap yang sudah dijalani kliennya. Dengan demikian maka perkara ini seharusnya sampai ke meja hijau.
Mustofa juga menganggap jika selama persidangan tidak jelas terbukti Saiful menerima gratifikasi senilai Rp 44,6 miliar. Namun, jaksa maupun majelis hakim mengesampingkan fakta-fakta persidangan yang membuktikan kliennya tidak menerima gratifikasi sebesar itu.
“Tidak ada satupun fakta-fakta yang kami ungkapkan dalam persidangan kalau itu bukan gratifikasi dan bukan suap. Tapi, satupun tidak ada yang dipertimbangkan majelis hakim terkait fakta-fakta yang kami singgung,” pungkas Mustofa. (*)