KETIK, MALANG – Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya (UB) berhasil mengembangkan inovasi Greenhouse Salt Tunnel. Andi Kurniawan S.Pi., M.Eng.D.Sc menggunakan metode Continuously Dynamic Mixing untuk mengatasi kelangkaan garam.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Internasionalisasi tersebut menjelaskan kelangkaan garam salah satunya disebabkan oleh ketergantungan akan faktor cuaca.
Selama ini produksi garam yang dilakukan masyarakat masih menggunakan metode tradisional. Masyarakat melakukan metode evaporasi yakni menguapkan air laut atau air payau.
Musim hujan yang menyebabkan rendahnya intensitas sinar matahari membuat terhentinya produksi garam.
Semula untuk mengatasi masalah cuaca, telah digunakan rumah kristalisasi garam tunnel bambu. Namun dalam penggunaannya masih ditemukan kendala.
“Penggunaan material bambu untuk kontruksi rangka tunnel garam mempunyai beberapa kendala seperti umur bambu yang terbatas dan kurang tahan lama,” ujar Andi, Senin (12/1/2024).
Metode Continuously Dynamic Mixing digadang dapat mengatasi masalah tunnel garam dengan rangka galvalum. Tunnel rangka galvalum dibuat dengan masa umur yang lebih lama dibanding rangka bambu.
Desain dari tunnel galvalum juga dibuat lebih presisi dan dapat dibongkar pasang sehingga mempermudah pemindahan.
“Melalui teknologi Continuously Dynamic Mixing, dapat mengoptimalkan proses pengolahan garam tanpa terlalu tergantung pada faktor cuaca,” lanjutnya.
Saat ini Andi masih dalam proses pendaftaran paten yang melibatkan pendekatan baru. Khususnya dalam proses pengolahan garam dengan prinsip keberlanjutan dan dinamis.
Ia melanjutkan, dengan pendekatan tersebut produksi daoat dihasilkan garam berkualitas K1 (NaCl 95%) dan memenuhi standar garam industri.
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI pun telah melakukan hilirisasi untuk inivasi tersebut, tepatnya melalui Koperasi Pantai Cioleng Bahari dan Kugar Putera Pansela Cidahon yang berlokasi di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. (*)