KETIK, PACITAN – Di sudut ruas jalan perempatan Penceng Pacitan, Jawa Timur dijumpai sosok perempuan berumur.
Kerut di dahi wajah seolah memberi pertanda kerasnya hidup yang telah dilakoninya.
Ia adalah Supini, seorang penjual kacang bungkus keliling, yang keseharian mengitari wilayah keramaian kota.
Setiap hari, Supini berkeliling menawarkan kacang dagangannya dengan berjalan kaki.
Rute yang Supini tempuh nyaris 40 kilometer dalam kesehariannya pulang pergi. Dari rumahnya di Desa Jlubang, Kecamatan Pringkuku ke Alun-alun Pacitan hingga Pasar Arjowinangun.
Sesekali Supini beristirahat di lampu merah seperti saat ini. Itu karena tak tahan munculnya rasa kesemutan tiap kali berjalan terlalu jauh tanpa henti.
Saat lampu lalu lintas berwarna merah, ia langsung mendatangi satu per satu pengendara yang sedang berhenti di depannya.
Dia akan terus berjalan sampai ke kendaraan paling belakang yang sedang berhenti di lampu merah itu sambil kedua tangannya memegang dua bungkus kacang yang dijualnya.
Setelah lampu hijau menyala dan kendaraan mulai kembali berjalan, Supini pun mulai kembali berjalan menuju pinggir untuk menunggu sampai lampu hijau menyala kembali.
"Ini tadi dari perempatan cuwek sampai di Penceng. Kadang memang istirahat di sini (lampu merah Penceng) atau di JLS, sambil menawarkan kacang," kata Supini pakai bahasa jawa kepada Ketik.co.id, Kamis (25/7/2024).
Di sela rehatnya, tak jarang para pengendara malah nyander dan bersedia membeli dagangan. Supini menjual satu bungkus kacang jualannya seharga Rp10 ribu rupiah.
"Kadang dapat Rp500-600 ribu kalau pas lancar," imbuhnya soal Omzet yang didapat.
Pun Nenek yang sekarang sudah berusia 70 tahun itu mengaku, selain di tempat-tempat umum, ia juga berkeliling masuk ke dalam kantor-kantor pemerintah kabupaten (pemkab) Pacitan.
Kacang bungkus dagangan Supini yang masih belum terjual. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Meski tak selalu mujur ada yang beli. Kadang dirinya bersyukur justru diberikan uang secara sukarela oleh pejabat baik hati.
"Pas ke kantor-kantor kadang tidak ada yang beli, tapi diberi uang," ucapnya bersyukur.
Kendati begitu, Supini bukanlah peminta-minta. Ia tetap gigih mengais rezeki dari hasil jualan harian kacang miliknya itu.
Ia melakoni keseharian itu sejak puluhan tahun silam.
Supini punya tiga anak, ia tinggal satu atap dengan putra terakhirnya. Sedangkan yang lain sudah memiliki kehidupan mandiri di tempat yang berbeda.
Pun siapa sangka, di balik senyum lelahnya, tersimpan doa tulus untuk putra-putrinya.
Saat berbincang, ibu tiga anak itu bercerita, di sepanjang sujud ibadahnya, ia selalu berucap, memohon kepada Allah SWT agar anak-anaknya selalu diberikan kesehatan dan dilancarkan mengais rezeki.
"Kalau bisa ya semoga rezekinya lancar, dan tetep diberi kesehatan buat anak-anakku," doanya.
Nenek Supini mengaku selalu sempat memikirkan nasib anaknya. Lain itu, juga tak ingin terlalu membebani putranya dalam mencukupi kebutuhan hidup.
"Bukannya nekat tapi memang saya masih pengen kerja, kan ekonomi anak juga belum baik, dapatnya tak begitu banyak. Kadangkala anak ikut proyekan, ke sawah. kadang kalau ada yang ajak juga ikut buruh tani," tandasnya berpinta. (*)