KETIK, SURABAYA – BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pemerintah daerah di Jatim segera merumuskan regulasi dan alokasi anggaran bagi para pekerja sektor informal.
Dorongan itu muncul saat pertemuan diskusi Surabaya dan mengundang seluruh kepala daerah dalam kegiatan bertema "Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Dukungan dan Implementasi Regulasi Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Timur (Jatim)."
Hadir sebagai pemateri, Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri, Makmur Marbun, Deputi Direktur Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Muhyidin dan Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jatim Hadi Purnomo.
Kemudian juga Kepala Dinas Ketenagakerjaan Jatim Himawan Estu Bagijo dan Kepala Bappeda Jatim Mohammad Yasin.
Pada kesempatan itu, Kemendagri bersama BPJS Ketenagakerjaan Jatim mengimbau agar pemerintah daerah sesegera mungkin mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi para pekerja di wilayah mereka. Terutama pekerja sektor informal atau pekerja rentan seperti petani, mandor, tukang ojek dan nelayan.
Hal ini sekaligus mendukung Instruksi Presiden (Inpres) 02 Tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dan untuk menjamin perlindungan kepada pekerja dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). Serta mendukung Inpres 04 Tahun 2022 tentang percepatan penurunan kemiskinan ekstrem.
Kemudian dapat ditindaklanjuti dengan regulasi dalam Peraturan Gubernur (Pergub) lalu Perda maupun Perkada.
"Karena regulasi ini masalah anggaran, makanya kemarin kita dorong regulasinya baik itu Perda ataupun Perkada," ungkap Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri, Makmur Marbun di JW Marriott Hotel Surabaya, Sabtu (27/6/2023).
Makmur Marbun juga mengapresiasi Jatim. Karena sejauh ini hampir seluruh daerah mendukung program tersebut. Total sudah 22 kabupaten/kota menganggarkan asuransi jiwa BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja rentan melalui pengalihan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
"Mereka masih menggunakan PKS sebagai dasar. Itu yang harus kita dorong minimal masuk ke Perkada maupun Perda," tandasnya.
Kepala Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Jatim Hadi Purnomo pada kesempatan yang sama menjelaskan sejauh ini dari 22 kabupaten kota, dua wilayah sudah meluncurkan kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, saat ini yang sudah merealisasikan dana DBH CHT untuk Asuransi Jiwa yakni Kabupaten Lamongan.
Sebanyak 22 ribu pekerja rentan seperti petani dan buruh tani tembakau sudah dilindungi. Sedangkan di Kabupaten Ngawi, BPJS Ketenagakerjaan sudah melindungi 7.500 pekerja.
"Yang lain-lain sekarang dalam pembahasan. Anggaran itu ada yang bulan Juli sudah bisa cair ada yang September-Oktober karena sudah tahun berjalan, dia menganggarkan di anggaran perubahan," katanya.
BPJS Ketenagakerjaan memberikan kelonggaran jangka waktu pembayaran. Pemerintah daerah ada yang memilih periode tiga bulan maupun enam bulan.
"Pada awal-awal yang penting pemerintah daerah menunjukkan kepedulian sehingga tahun depan harapannya sudah dianggarkan satu tahun," kata Hadi.
Selain APBD seperti Malang dan DBH CHT seperti Lamongan dan Ngawi. Sumber pendanaan untuk iuran BPJamsostek juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) seperti di Gresik.
Kemudian juga pemanfaatan SiLPA atau sisa hasil anggaran tahun lalu sebagai iuran premi BPJS Ketenagakerjaan.
"Ini merupakan langkah sharing untuk melindungi pekerja rentan," ungkap Hadi menambahkan.
Ia menargetkan pemerintah daerah bisa mengcover sekitar 50 persen pekerja sektor informal.
"Mudah-mudahan 2024 bisa tercapai karena sekarang masih 27 persenan dan ini kita dorong termasuk di pemerintah provinsi untuk tenaga kerja yang lintas kabupaten/kota supaya provinsi yang nanggung. Mudah-mudahan gubernur segera merealisasikan," ucapnya.
Sampai saat ini total peserta BPJS Ketenagakerjaan pekerja sektor informal di Jatim 500 ribu orang.
"Harapan kita di tahun ini 1 juta pekerja sektor informal sudah terlindungi. Jadi target kita bisa naik 100 persen," ucap Hadi.
Hadi menuturkan, BPJS Ketenagakerjaan seharusnya menjadi prioritas pemerintah untuk perlindungan bagi pekerja rentan.
"Karena tanpa dukungan pemerintah mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan perlindungan," ucap Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jatim Hadi.
BPJamsostek sendiri merupakan bentuk perlindungan sosial ekonomi bagi para pekerja, baik pekerja formal atau pekerja informal.
BPJamsostek ini sangat penting, mendasar, dan pastinya sangat bermanfaat karena manfaatnya jumlahnya sangat besar dibanding iuran yang dibayarkan.
Sejumlah manfaat program BPJamsostek antara lain perawatan dan pengobatan tanpa batasan biaya, santunan kematian akibat kecelakaan kerja sampai dengan Rp224 juta, santunan jaminan kematian sampai dengan Rp216 juta, bantuan beasiswa pendidikan 2 anak sampai kuliah dan penghasilan yang hilang selama masa pengobatan dan diganti seratus persen dari Jamsostek.(*)