KETIK, SURABAYA – Banyaknya keluhan mengenai sistem zonasi 1 dan 2 dalam penerimaan peserta didik baru di Surabaya semakin membuat polemik.
Sistem zonasi yang diberlakukan Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya tahun ini ada dua. Zonasi 1 diperuntukkan bagi peserta didik baru yang bertempat tinggal satu kelurahan dengan sekolah atau yang terdekat dengan sekolah. Kuotanya 35 persen.
Zonasi 2 ditujukan untuk calon peserta didik baru yang bertempat tinggal di luar kelurahan, tetapi masih satu kecamatan dengan sekolah yang dituju. Kuotanya 15 persen.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi angkat bicara terkait polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi tahun 2023 ini. Eri meminta PPDB sistem zonasi dievaluasi. Apalagi jumlah sekolah SD hingga SMP di Surabaya belum merata antar kecamatan dan kelurahan.
"Jadi semua kepala daerah pada waktu APEKSI mengatakan termasuk zonasi ini agar dapat dievaluasi. Karena apa? zonasi ini kan ada yang jaraknya dekat, karena kita (pemerintah daerah) belum siap untuk semua kecamatan ada sekolah SD, SMP, SMA," papar Eri.
Eri juga menyatakan bahwa tidak semua dalam wilayah kelurahan terdapat SD, SMP maupun SMA negeri. Nah, jika berpedoman sistem zonasi, anak di dalam kelurahan ini akan sulit masuk ke sekolah negeri yang ada di wilayah lain.
Sebab, anak itu akan tergeser dengan calon peserta didik lain yang domisilinya lebih dekat dengan sekolah negeri.
"Jadi kalau (dibuat kuota) 20 persen kelurahan, 20 persen kecamatan, salah, di-loss ya salah. Itu akhirnya semua kepala daerah kemarin (Rakernas APEKSI) menyampaikan," ungkapnya.
Bahkan, Eri menyebut dalam Rakernas APEKSI di Makassar, tiga tokoh nasional Indonesia juga sepakat menyampaikan terkait dengan persoalan PPDB sistem zonasi. Ketiganya adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
"Ketiganya menyampaikan terkait permasalahan zonasi. Semoga ini ada gambaran ke depannya nanti seperti apa," tutur Cak Eri, sapaan lekat Wali Kota Surabaya.
Di lain hal, Eri juga menegaskan bahwa ada pedoman terkait domisili dalam PPDB sistem zonasi di Kota Surabaya. Pemkot Surabaya menerapkan syarat minimal satu tahun domisili untuk pendaftaran PPDB sistem zonasi.
"Di Surabaya seperti domisili, kita sudah tahu bahwa ketika dia belum satu tahun (tinggal di Surabaya) tidak boleh. Makanya kita lihat KSK-nya (Kartu Susunan Keluarga), dia satu tahun apa tidak, kalau tidak, ya tidak boleh," tegasnya.
Pedoman terkait domisili di Kota Pahlawan sebelumnya juga diterapkan Pemkot Surabaya dalam menentukan daftar sasaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Sosial (Bansos).
Menurutnya, hal ini dilakukan karena banyak warga luar daerah yang domisili KTP Surabaya hanya ingin mendapat intervensi bantuan termasuk layanan kesehatan. Bahkan, kata dia, ada satu rumah di Surabaya yang digunakan untuk domisili hingga 40 KK (Kartu Keluarga).
"Makanya itu sekarang kita adakan cleansing data karena itu. Cleansing data juga termasuk untuk (PPDB) sistem zonasi," pungkasnya. (*)