KETIK, JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengingatkan perlunya format koalisi baru, koalisi rekonsiliasi segera dibentuk dalam proses politik demokrasi Indonesia saat ini.
Pentingnya koalisi rekonsiliasi tersebut, sudah ia sampaikan saat menghadiri konsolidasi pemenangan Pemilu 2024 di Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel) beberapa waktu lalu.
Bahkan saat itu, Anis Matta mencontohkan soal politik rekonsiliasi di Kota Palopo pasca Pilkada yang bisa menjadi contoh elite-elite nasional yang selalu bermusuhan usai pemilihan.
"Ketua DPD Kota Palopo Pak Budi Sada ini adalah satu contoh dari rekonsiliasi yang baik dengan Pak Wali Kota (HM Judas Amir) yang pernah jadi lawan di Pilkada, tapi kemudian jadi kawan," kata Anis Matta, Senin (27/2/2023).
Menurutnya, koalisi yang sekarang dibicarakan berpotensi memperdalam pembelahan di tengah masyarakat dan membawa ancaman disintegrasi bangsa.
"Koalisi rekonsiliasi mengedepankan persatuan dan kepentingan nasional di atas persaingan politik. Koalisi ini akan mengirim pesan yang kuat ke masyarakat untuk mengakhiri pembelahan yang menjadi residu sosial sejak pilkada DKI 2017 hingga pilpres 2019," ujar Anis Matta dalam keterangannya kepada pers, Rabu (8/3/2023).
Anis Matta kembali mengingatkan, bahwa dunia kini tengah dilanda krisis global berlarut yang dipicu oleh runtuhnya sistem lama kapitalisme liberal, namun sistem yang baru belum terbentuk.
Apalagi, pada saat yang sama dunia menjadi ajang konflik supremasi antara Amerika Serikat dan China.
"Krisis yang kita hadapi saat ini merupakan bagian dari siklus perubahan sistem global setiap 100 tahunan. Dimensinya sangat luas dan lama," ujarnya.
"Perubahan ketika dunia memasuki abad ke-20 saja baru selesai sekitar tahun 1950-an ketika Perang Dunia II selesai dan dunia memasuki tatanan global baru yang dipimpin oleh Barat melalui PBB, Bank Dunia, dan IMF. Sekarang sistem ini sudah berkarat dan goyah," terang Anis.
Karena itu, lanjut Anis Matta, elite di Indonesia harus berkonsolidasi dalam agenda-agenda besar menghadapi krisis global ini, bukannya larut dalam akrobat politik wacana koalisi yang malah memperdalam polarisasi dan berpotensi membawa ancaman disintegrasi bangsa.
"Indonesia harus berada di tengah pusaran perubahan global yang terjadi. Selama ini kita hanya berada di pinggir dan malah menjadi collateral damage dari berbagai konflik supremasi karena negara kita lemah dan tidak terkoneksi dengan konstelasi politik global yang sesungguhnya tengah terjadi " tandasnya.
"Ke depan, kita harus duduk di meja perundingan utama dunia dan itu bisa terjadi jika kita menjadi superpower baru di dunia," paparnya lagi.
Menurutnya konsolidasi elite itu hanya bisa terjadi jika wacana koalisi yang berkembang menjelang Pemilu 2024 adalah koalisi rekonsiliasi, bukan koalisi yang berujung pada penebalan polarisasi dan disintegrasi.
Tanpa elite yang terkonsolidasi dalam agenda-agenda besar, Indonesia tetap akan lemah dan hanya menjadi obyek penyerta dalam setiap perubahan global.
Padahal, kata Anis Matta, dalam situasi transisi seperti inilah, kesempatan Indonesia untuk menyodok menjadi kekuatan utama dunia.
"Kesempatan ini hanya datang 100 tahun sekali. Semua tergantung kita. Apakah kita ingin terus-menerus bertengkar dan terpecah belah," ujarnya.
"Atau kita melakukan rekonsiliasi dan menjadi kekuatan yang solid untuk menghadapi krisis global dan menjadi superpower baru. Inilah tanggung jawab para pemimpin untuk mengambil keputusan yang benar," pungkas Anis Matta. (*)