KETIK, BLITAR – Meski meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), tak menjamin pemerintahan Bupati Blitar Rini Syarifah bebas dari dugaan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
Hal ini yang diungkapkan Anggota DPRD Kabupaten Blitar Fraksi PDI Perjuangan Hendik Budi Yuantoro. Dirinya menyentil segelintir pihak yang menolak hak angket dan intetpelasi, dengan dalih Pemkab Blitar telah meraih predikat WTP dari BPK RI selama 7 tahun beruntun.
Hendik menambahkan, banyak contoh daerah di Indonesia yang mendapat predikat WTP, tapi kepala daerahnya berujung menjadi tersangka KPK.
"Gak ada urusan sama WTP. Banyak daerah di Indonesia yang dapat WTP, tapi bupati atau wali kotanya jadi pesakitan KPK. Jadi, dapat WTP gak menjamin pemerintahan itu bersih dan bebas KKN, WTP itu hanya kewajaran dalam administrasi," ujar Hendik, ( 7/11/2023).
Bahkan, BPK RI melalui siaran persnya, juga menyebut predikat WTP tak menjamin suatu daerah bebas korupsi. Selain itu, Kementerian Keuangan RI pada websitenya juga menegaskan hal serupa.
Tak hanya itu, Menkopolhukam Mahfud MD pernah mengatakan hal yang sama pula. "Memang gak relevan sama sekali. Pak Mahfud MD juga pernah bilang hal serupa to. Jadi untuk apa, logika yang jelas-jelas tidak relevan masih digembar-gemborkan, ada kepentingan apa?," kata dia.
Fraksi PDI Perjuangan dan PAN dengan tegas menyatakan sikap politik mereka, dengan mengajukan pembentukan pansus hak angket dan interpelasi.
Kedua fraksi tersebut mengajukan hak angket terkait kasus sewa rumah dinas (rumdin) wakil bupati (wabup) yang terungkap menyewa rumah pribadi Rini Syarifah dengan APBD Kabupaten Blitar 2021-2022 senilai Rp 490 juta.
Tapi, rumah itu tak pernah ditinggali Wabup Rahmat Santoso, melainkan tetap ditinggali Rini Syarifah dan keluarganya sendiri.
Sedangkan hak interpelasi diajukan untuk mempertanyakan kebijakan Rini Syarifah yang ngotot mempertahankan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID).
Tim besutan bupati ini diduga menjadi sarang oligarki dan mengintervensi organisasi perangkat daerah (OPD), serta mengontrol jalannya pemerintahan Rini Syarifah selama ini.
Ditambah lagi, ada sosok kakak kandung bupati di tubuh TP2ID, yang makin memperparah adanya dugaan nepotisme di dalamnya.
Sementara menurut pimpinan cabang Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar Mujianto, orang yang menolak hak angket dan interpelasi dengan dalih predikat WTP tidak paham permasalahan.
"Dia gak ngerti kenapa hak angket dan interpelasi diajukan. Aneh memang, apakah selama ini aspirasi masyarakat gak pernah dia tangkap sama sekali? Orang yang ngomong seperti itu, jelas-jelas gak ngerti masalah," ungkap Mujianto.
Baginya, orang-orang yang terus menjadikan predikat WTP sebagai dalih menolak hak angket dan interpelasi, hanya mementingkan perutnya sendiri sehingga tega membodohi masyarakat.
"Apa namanya kalau bukan pembodohan. Kenapa harus tunggu pemeriksaan inspektorat dan BPK? Lha wong di kejaksaan kasus rumdin juga sudah masuk penyelidikan. Sekali lagi, logika itu cuma ingin membodohi publik saja," tegasnya.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), pada tahun 2018, ada 10 kepala daerah yang jadi tersangka korupsi meski mendapat predikat WTP. Diantaranya:
1. Bupati Purbalingga Tasdi
2. Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari
3. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho
4. Gubernur Riau Rusli Zainal
5. Gubernur Riau Annas Maamun
6. Bupati Bangkalan Fuad Amin
7. Wali Kota Tegal Ikmal Jaya
8. Wali Kota Blitar M Samanhudi Anwar
9. Bupati Tulungagung Syahri Mulyo
10. Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar.
Dalam praktek sewa rumdin, diduga Rini Syarifah telah menyalahgunaan kekuasaannya sebagai bupati yang merugikan keuangan negara sekaligus memperkaya diri.
"Apakah Bupati Blitar akan jadi salah satu di antaranya? Proses hukum yang menentukan, apakah dia bersalah atau tidak," pungkas Mujianto.
Sebelumnya Rini Syarifah mengatakan soal sewa rumdin wakil bupati sudah sesuai aturan. Dia membenarkan rumdin yang disewa Pemkab Blitar adalah rumah pribadinya.
Rini Syarifah juga mengatakan, soal itu dirinya sudah ada kesepakatan dengan Rahmat Santoso. “Ada, ada kesepakatan (dengan Rahmat Santoso). Dan beliau sangat senang lho. Monggo dicek sama beliau,” jelas Rini. (*)