KETIK, HALMAHERA SELATAN – Sangaji Mada adalah seorang petinggi Kesultanan Bacan yang dikukuhkan dan diberi kewenangan oleh Sri Sultan Jo Ou Kolano Hamza Bahrun Nur Almusyarrafah Trafannur Bin Kaicili Ibnu Maedan.
Sangaji Mada Berkuasa di wilayah Giman lima Nagari (Negeri) sebagai seorang Adipati meliputi wilayah Kepatihan Gamuci Ganne, Saketa, Wosi, Foya, dan Mafa. Yang sejak pertengahan abad 12-13 masehi sampai dengan 14 Saban 1156 Hijriiyah masih merupakan limau katundukang (wilayah Petuanan) Kerajaan Islam Sigara Kasiruta hingga berpindah ke Gammim seki Bontang Ra Babayan (Bacan).
Sangaji Mada ini adalah seorang Adipati yang membawahi lima pejabat kepatihan berjuluk (tidak di sebutkan) dan dibawahnya lagi ada lima kepala suku yang barjuluk (tidak di sebutkan) Serta memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan lima kepala adat yang berjuluk juga (tidak di sebutkan)
Sangaji Mada sangat hormat dan kagum serta berhikmad terhadap sosok Waliyullah kharismatik yang sakti mandra guna yakni Jo Ou Kolano Hamza Bahrun Nur Al Musyarafah Trafannur Bin Kaicili Ibnu Maedan sehingga sangaji pun bermohon kepada sang Kolano agar sudi mengangkatnya sebagai murid guna mendalami ilmu kesejatian.
Lulus diterima menjadi murid, sang Sangaji pun sering bertandang ke istana Gaja Manusu. Berulang kali selama berminggu, berganti bulan ia tekun mendalami kajian tentang Islam, Iman, Ikhsan serta empat martabat ilmu hakiki.
Setelah selesai ijabah sang Jo Ou Kolano Hamzah Bahrun Nuur Al Musyarafah Trafannur pun menugaskan sang Adipati Sangaji Mada untuk kembali ke wilayah kuasanya guna menyebarkan pengetahuan agama Islam hingga pendalaman hakiki tentang lima rukun menurut paham Ahlu Sunnah kepada perangkat adat di Giman lima negari satu tingkat dibawah kuasa Kepatihannya.
Sang Sangaji pun kembali ke Giman lima Nagari dan menjalankan amanah sang Kolano kepadanya seraya memperkenalkan ajaran ilmu kesejatian yang berpedoman Ahlussunah itu kepada pemangku adat dibawah kuasanya.
Setelah mereka khatam mendalami ilmu kesejatian maka sang Sangaji pun membawa para tua - tua nagari Giman lima negri itu untuk menghadap ke istana guna menerima pasah ijabah dari sang. Waliyullah Jo Ou Kolano Hamzah Bahrun Nur Al Musyarrafah Trafannur dan setelah menerima ijabah para petinggi adat ini pun mendapatkan wilayah sesuai makamnya masing-masing.
Makam wilayah keilmuan itu dipertegas di Gamuci Giman lima Nagari sebagai berikut:
Gamuci Saketa dengan pendalaman dua kalima syahadah.
Gamuci Wosi dengan pendalaman shalat lima waktu.
Gamuci Mafa dengan pendalaman ilmu haqikat Puasa.
Gamuci foya dengan pendalaman ilmu zakat.
Gamuci Ganne dengan pendalaman hakikat Haji.
Mereka para petinggi adat di Giman lima Nagari yang telah mengemban amanah da'watul Islamiyah pun mendederkan Ilmu pendalaman islam yang telah mereka dalami itu kepada mahudat di wilayah kuasa adat masing masing sehingga Gamuci Giman lima Nagari pun berdiri sebagai wilayah Kepatihan yang kental dengan perkawinan antara adat budaya tradisi yang bernafaskan Islam nan Istiqamah.
Sangaji Maba beristri seorang putri keraton kesultanan Ternate dan dari hasil perkawinan pasangan itu terlahirlah seorang putri semata wayang bernama (tidak di sebutkan) Bersambung!.
(Cerita ini di tulis Oleh : Akun Facebook Bacan Kasal, salah satu anggota Grup Facebook Kesultanan Bacan.)