KETIK, JAKARTA – Saat ini polemik terkait pinjaman online (pinjol) masih menjadi pembahasan serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terakhir Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ingin agar besaran bunga pinjol bisa lebih transparan.
Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo mengatakan selama ini yang diatur OJK hanyalah sebatas besaran bunga yang diterapkan oleh platform pinjol. Tetapi perlu diingat bahwa selain bunga terdapat biaya lain-lain yang tidak jelas peruntungannya.
"Saat ini selain bunga banyak biaya lain lain yang kurang transparan. Misal pinjamnya Rp 1 juta, tapi yang cair cuma Rp 850 ribu. Ini yang harus diatur oleh OJK," kata Rio, Selasa (14/11/2023).
Rio menambahkan surat edaran OJK yang bernomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) sudah cukup bagus, akan tetapi masih belum cukup untuk melindungi konsumen karena hanya mengatur besaran bunga saja.
"Biaya semacam ini yang harus juga diatur agar pelaku usaha pinjol tidak memotong biaya di awal terlalu besar," tambahnya.
YLKI pun mendesak OJK untuk memberikan pengawasan ketat terkait bisnis pinjol yang saat ini marak digunakan. Pasalnya dinamika di lapangan banyak terjadi berbagai permasalahan terutama terkait regulasi.
Sebelumnya Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mematok 0,4 persen, kini menjadi 0,1-0,3 persen. Di satu sisi, OJK memang belum mengatur biaya potongan pinjol di beleid terbarunya.
Akan tetapi, di Bab VI beleid barunya OJK mematok besaran maksimal manfaat ekonomi yang bisa dikeruk oleh platform pinjol.
Yakni sebesar 0,067 persen yang sebelumnya 0,1 persen per hari untuk pendanaan produktif yang berlaku pada januari 2026 nanti. Dan untuk pendanaan konsumsif dari sebelumnya 0,3 persen di 2024 menjadi 0,2 persen di 2025, dan 0,1 persen pada 2026.(*)