KETIK, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO masih menganggap Covid-19 sebagai penyakit menular yang sulit dijinakkan. Ini karena wabah itu masih terus bergejolak dengan tingkat penyebaran yang kembali tinggi saat ini dan polanya yang masih sulit diprediksi.
Dalam 28 hari ke belakang, lebih dari 23.000 kematian dan tiga juta kasus baru telah dilaporkan ke WHO, dengan konteks pengujian yang jauh lebih sedikit. Sementara itu, jumlahnya memang tercatat masih menurun.
"Namun masih banyak orang yang meninggal dan masih banyak orang yang sakit," kata direktur program kedaruratan kesehatan WHO Michael Ryan dikutip dari The Strait Times, Rabu (19/4/2023).
Menurut Ryan, virus yang mengganggu saluran pernapasan itu belum berpindah dari fase pandemi ke fase endemi. Melainkan, penyebarannya masih masuk kategori dengan tingkat aktivitas rendah dan potensi puncak sebagai wabah musiman.
"Kami tidak mematikan tombol pandemi," kata Ryan.
"Kemungkinan besar kita akan melihat jalan bergelombang menuju pola yang lebih dapat diprediksi," tambahnya.
Komite darurat WHO untuk Covid-19 telah mengadakan pertemuan setiap tiga bulan dan akan berkumpul pada awal Mei.
Seperti pada pertemuan sebelumnya, komite akan memutuskan apakah virus itu masih merupakan darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia atau tidak. Istilah itu dikenal public health emergency of international concern (PHEIC).
WHO menyatakan Covid-19 sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020, ketika terdapat kurang dari 100 kasus dan tidak ada kematian di luar China. Bos WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan situasi tersebut sebagai pandemi pada Maret 2020.
Ryan mengatakan virus itu tidak akan hilang. Seperti influenza, masih menyebabkan penyakit pernapasan yang signifikan pada orang yang rentan.
"Saya berharap ketika komite darurat bertemu pada Mei, mereka akan memiliki saran positif lebih lanjut untuk memberi Tedros seputar penilaian mereka tentang status pandemi dan PHEIC atau tidak," kata Ryan.
WHO menganggap, beberapa negara telah melihat jumlah kasus virus corona meningkat sejak pemerintah secara progresif membuang aturan Covid-19 mereka dan mengizinkan orang untuk berbaur tanpa masker.
India, di mana sub-varian Covid-19 baru yang disebut Arcturus memicu lonjakan kasus, melaporkan pada hari Rabu bahwa 10.542 kasus terdaftar dalam 24 jam, naik dari 7.633 kasus dalam periode 24 jam sebelumnya, menurut data yang dibagikan oleh Kementerian Kesehatan negara itu.
Khawatir dengan lonjakan kasus, negara bagian Benggala Barat di India Timur pada Selasa mengeluarkan pedoman baru, menyarankan warganya untuk memakai kembali masker mereka, menggunakan pembersih tangan, dan menghindari pertemuan massal.
Di Hanoi, kota yang terkena dampak terparah di Vietnam, pemerintah daerahnya telah memperbarui pedoman pengendalian Covid-19 menjelang liburan lima hari yang dimulai pada 29 April, meminta masyarakat untuk memakai masker di tempat umum.
Vietnam mencatat penyebaran cepat Covid-19 pada paruh pertama April, dari 278 kasus pada minggu pertama bulan itu menjadi 2.000 kasus pada minggu kedua.
Hanoi paling terpengaruh, dengan rata-rata 96 kasus baru setiap hari, kata pusat pengendalian penyakit kota itu. (*)