KETIK, SURABAYA – Perang berkepanjangan antara Russia dan Ukraina, membuat banyak negara didunia terkena dampaknya. Tidak terkecuali negara eropa seperti Jerman. Negara ini sedang menghadapi masalah dimana harga energi yang lebih mahal dari biasanya.
Dalam sebuah wawancara, Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengatakan bahwa Berlin menghadapi prospek energi yang lebih mahal dalam jangka panjang tanpa gas alam Rusia.
"Ini akan menjadi normal baru. Gas melalui terminal gas cair lebih mahal daripada gas pipa Rusia karena alasan logistik saja. Jadi, tingkat harga tetap tinggi, tapi tanpa lonjakan yang merusak," katanya, dikutip Russia Today, Selasa (3/1/2023).
Seperti diketahui sebelumnya, dalam beberapa waktu belakangan ini harga gas alam di beberapa negara eropa mengalami kenaikan, hal ini didorong oleh sanksi terhadap Rusia dan gangguan pasokan pipa. Hal ini turut memicu inflasi tinggi di seluruh Eropa. Harga yang tinggi ini tentu saja semakin memberatkan masyarakat di tengah kondisi ekonomi global yang sedang tidak baik.
Untuk melindungi masyarakat dari lonjakan tersebut, negara-negara Uni Eropa (UE) sepakat pada Desember untuk menetapkan batas darurat harga gas grosir sebesar 180 euro (US$ 191) per megawatt hour(MWh), dengan langkah yang ditetapkan mulai berlaku pada 15 Februari.
Walaupun harga gas sempat turun dalam beberapa pekan terakhir, namun harga ini masih beberapa kali lebih tinggi dari rata-rata dalam jangka yang lebih jangka panjang. Pada periode 2017-2019, sebelum pandemi dan krisis energi saat ini, harga spot gas TTF diperdagangkan di kisaran 10-25 euro per MWh.(*)