KETIK, SURABAYA – Kasus stunting yang terjadi di Jawa Timur berangsur-angsur mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga 2022. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019 mencapai 26,86 persen, dan pada tahun 2020 mencapai 25,64 persen. Kemudian menjadi 23,5 persen pada tahun 2021.
Sedangkan tahun 2022 menjadi 19,2 persen, angka ini di bawah 20 persen yang menjadi standar World Health Organization (WHO). Tapi standar WHO kini diubah menjadi di bawah 10 persen.
"Untuk program-program penurunan stunting, Unusa akan selalu berperan aktif dalam hal tersebut sehingga dengan hasil ini menjadi kebanggaan Unusa sebagai salah satu mitra UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) untuk mengatasi masalah ini," ucap Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng. dalam acara Webinar dan Talkshow Gizi dalam upaya mengatasi stunting di Jawa Timur yang diadakan secara Hybrid di Auditorium Lantai 9 Tower Unusa Kampus B Jemursari Surabaya, Kamis (25/5/2023).
Stunting menjadi musuh bersama dan harus ditangani secara bersama-sama karena jika mengandalkan bidang kesehatan hanya berperan 30 persen, sisanya 70 persen harus dilakukan oleh semua sektor terkait.
Sedangkan Direktur Direktorat Riset, Teknologi, dan, Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemendikbud Ristek RI, Prof. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr., menyampaikan apresiasinya kepada Unusa, karena telah berperan dalam menurunkan angka stunting di Jawa Timur, terlebih Unusa digandeng UNICEF dalam merealisasikan program-programnya. Kegiatan Unusa ini perlu ditiru oleh kampus-kampus lokal (daerah) lainnya.
"Sehingga konsep riset dapat dihilirisasi dan dapat dikerjasamakan dengan pihak-pihak terkait maupun perusahaan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR)," ungkap Faiz.
Kementerian memiliki program yang dapat membantu hilirisasinya, melalui Program Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat), salah satunya fokus penanganan stunting.
“Program Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat) merupakan hasil kolaborasi dalam pelaksanaan Tri Dharma antara insan akademik dari perguruan tinggi pelaksana dan perguruan tinggi pendamping. Tema utama yang diusung untuk implementasi Kosabangsa tahun 2022 adalah kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, dan kemandirian kesehatan,” ungkapnya.
Faiz menambahkan, Kosabangsa juga menggagas kegiatan mentoring dari perguruan tinggi pendamping yang merupakan perguruan tinggi dengan akreditasi unggul dan atau memiliki pengalaman dan keahlian di bidang pengabdian kepada masyarakat terhadap perguruan tinggi pelaksana sehingga diharapkan terjadi peningkatan kualitas pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat.
“Produk riset, inovasi, dan teknologi tidak akan banyak bermanfaat apabila hanya disimpan di kampus untuk meningkatkan reputasi kampus semata melalui ukuran jumlah publikasi dan inovasi yang dihasilkan. Tapi yang jauh lebih penting adalah seberapa banyak manfaat yang dapat diterima masyarakat dari hasil inovasi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tersebut,” ungkapnya. (*)