KETIK, BLITAR – Perum Perhutani KPH Blitar punya cara unik tersendiri dalam menghadapi aksi unjuk rasa. Yakni, dengan memasang berbagai banner dan spanduk dukungan, atas pemberantasan tebu ilegal.
Hal tersebut terlihat saat kantor mereka didatangi ratusan orang yang tergabung dalam Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM), Selasa (31/10/2023)
Lucunya, dalam banner dan spanduk itu, sosok yang mendukung langkah Perhutani dalam memberantas tebu ilegal, adalah M Trijanto. Dia, notabene ialah sang koordinator dan orator dalam aksi unjuk rasa tersebut.
"Tadi Mas Trijanto orasi, tapi satu atau dua bulan yang lalu, jejak digital menunjukkan bahwa dia support dengan penertiban (tebu ilegal) ini. Jelas kok, ada dalam media-media online," ungkap Administratur Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin S Hut.
Adm Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin S Hut saat temui massa unjuk rasa di depan kantor, Selasa(31/10/2023) (foto: Rizky/ketik.co.id)
Keputusan Muklisin yang menginstruksikan pemasangan dukungan Trijanto tersebut, jelas menjadi perhatian tersendiri bagi publik saat unjuk rasa berlangsung. Bahkan Muklisin langsung turun menemui massa yang berunjuk rasa untuk mendengarkan aspirasi mereka."Kalau dulu mendukung, sekarang menolak sih, saya no comment ya," imbuhnya.
Diketahui, massa aksi menuntut Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dikeluarkan dari area kerja Perhutani, serta meminta tak ada intervensi Perhutani dan Kejaksaan di area tersebut.
M Trijanto saat orasi mengakui jika dirinya mendukung langkah Perhutani dalam mentertibkan tebu ilegal. Namun, ia menjelaskan, bahwa hal tersebut berlaku pada area kerja Perhutani, bukan wilayah KHDPK.
Spanduk lain yang dipasang di depan kantor Perhutani Blitar, (foto: Rizky/ketik.co.id)
"Memang saya dukung, tapi bukan di wilayah KHDPK. Di wilayah ini, Perhutani tak punya wewenang untuk intervensi. Yang kami persoalkan sekarang, kenapa Perhutani masih cawe-cawe yang bukan wilayahnya," ujar M Trijanto.
Namun, pada kenyataannya, KHDPK yang belum berizin, masih menjadi tanggung jawab Perhutani. “Pada titik-titik KHDPK, sebelum ada izin, itu masih menjadi tanggung jawab Perhutani. Karena saat ada kebakaran, banjir, illegal logging, Perhutani lah yang dicari lebih dulu,” terang Muklisin.
Langkah berani Perhutani dalam memberantas tebu ilegal dimulai dengan menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar, yang berlanjut dengan melakukan sosialisasi di berbagai tempat.
Kemudian, Perhutani menyodorkan perjanjian kerja sama (PKS) kepada seluruh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Kelompok Tani Hutan (KTH) di Kabupaten Blitar.
Sejauh ini, menurut keterangan Muklisin, dari 40 LMDH dan KTH di Kabupaten Blitar, hanya ada 7 yang tak setuju. Sementara 33 lainnya menyepakati PKS yang disodorkan oleh Perhutani.
"Langkah kami ini sesuai dengan permintaan DPRD Kabupaten Blitar saat audiensi dengan Kepala Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur. Yang mana, wilayah Sutojayan setiap akhir tahun menjadi langganan banjir. Jadi, kita upayakan untuk mengembalikan fungsi ekologi hutan," paparnya.
Menurut data Perhutani, sekitar 11 ribu hektare kawasan hutan di Kabupaten Blitar, berubah fungsi menjadi hamparan ladang tebu. Ini lah yang digadang-gadang menjadi biang kerok permasalahan banjir di Kabupaten Blitar.
Bukan cuma banjir, Perhutani pernah mengklaim, tebu-tebu liar ini menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara, hingga Rp 38 miliar per tahun dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sharing ke Perhutani sebesar 10 persen.
"10 persen itu sedikit sekali, dan 90 persen itu masih banyak banget. Masyarakat bisa mengolah hutan produksi dan negara tak kehilangan pendapatannya. Yang paling penting, harus ada minimal 1.000 tanaman kehutanan," pungkas Muklisin. (*)