KETIK, JAKARTA – Pengamat politik Roy Gerung menilai langkah Kepala Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana sudah benar, melaporkan data transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun kepada Mahfud MD selaku ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Integritas Ivan (Ketua PPATK) sudah rada bener mending dibocorin ke Mahfud juga ex officio komite di situ (Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU)," ujar Roy Gerung dalam akun YouTube-nya saat diwawancarai Herusubeno Arif, jurnalis senior yang juga YouTuber, Jumat (24/3/2023).
Sebenarnya, lanjut Rocky, yang dipersoalkan DPR mengenai kesalaham prosedur saja, mungkin DPR tersinggung. "Kalau mereka (PPATK) melapor ke Komisi III DPR bisa jadi transaksi siapa yang dipanggil dan yang di-highlight," ujar Roy Gerung mencurigai.
Perbincangan dengan topik "Sengaja Bocorkan Data TPPU Rp 349 Triliun, Beranikan DPR Hajar Mahfud MD?' Topik ini muncul setelah Kepala PPPATK Ivan Yustiavandana dicecar Komisi III DPR RI dalam rapat kerja, Selasa (21/3/2023) lalu.
Menurut Herusubeno Arif dalam rapat kerja DPR dan PPATK, DPR kompak mempermasalahkan Mahfud MD yang tidak mempunyai kewenangan membocorkan data transaksi mencurigakan Rp 349 triliun itu.
Kepala PPATK Dicecar DPR
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Sarifuddin Sudding, dan Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman sempat mencecar pertanyaan kepada kepala PPATK soal data itu seharusnya hanya dilaporkan ke DPR dan Presiden.
Ivan menjawab sudah dilaporkan ke Presiden Jokowi melalui Sekkab Pramono Agung. "Apakah data itu sudah sampai ke presiden?" tanya Benny K Harman. Ivan malah meminta Benny menanyakan ke Pramono Anung, Benny pun sempat geram.
Mereka juga mempertanyakan bolehkah Menko Polhukan Mahfud MD membocorkan data itu ke publik? Ivan menjawab boleh asal tidak menyebut nama, sesuai pasal 92 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU,” jawab Ivan.
Namun jawaban itu dibantah oleh Benny bahwa tak ada di peraturan presiden menyebutkan kewenangan tersebut. Benny mencurigai Mahfud MD dan Ivan memojokkan Kementerian Keuangan.
Menanggapi rapat kerja itu, Roy Gerung menilai DPR cemburu karena Mahfud MD mengetahui data itu lebih dulu dari PPATK. "Pak Mahfud kemudian membocorkan ke pers, saya kira ini sengaja diucapkan karena kalau melalui DPR lama, fraksinya macem-macem," ujar mantan dosen Universitas Indonesia itu.
Menurut Roy Gerung menduga dari awal ada niat PPATK membocorkan data transaksi mencurigakan Rp 349 triliun ke Mahfud. "Pak Mahfud merasa kalau lewat saya lebih efisien untuk menimbulkan kehebohan. Kalau lewat DPRD pasti ada yang saling menutupi," papar pria yang masih single itu.
Hipotesis Rocky
Bahkan filsuf kelahiran 20 Januari 1959 itu mencurigai dalam transaksi Rp 349 triliun itu diduga ada partai-partai yang mencuci uang di situ. "Partai-partai ini mempunyai fraksi dan kursi di DPR, makanya mereka marah-marah bersama. Tapi itu cuma hipotesis kita," ujarnya.
Seharusnya menurut Roy Gerung, DPR malah berterima kasih dengan data ini dibuka ke publik. "Oke terima kasih kami sudah dibantu, sehingga publik mengetahui. Masa harus arogan melapor ke DPR dulu. Itu sudah bagus, Mahfud menjadi sahabat masyarakat sipil," ujarnya disambut tawa Herusubeno Arif.
Rocky Gerung kembali menegaskan sudah benar PPATK melaporkan ke Mahfud MD. Alasannya tak mungkin Mahfud menyalahgunakan data tersebut untuk kepentingan diri sendiri.
"Tidak mungkin Pak Mahfud akan memeras orang yang dilaporkan oleh PPATK. Mahfud kan berpikir reputasi politiknya masih panjang. Itu lebih bersahabat dengan masyarakat sipil," ujarnya.
Rencananya DPR akan memanggil Mahfud MD, Rabu (29/3/2023) mendatang. "Apakah DPR berani menghajar Pak Mahfud? Saya melihat dalam kasus ini sebagai biografi politik Pak Mafud untuk investasi nilai ke depan. Mahfud juga pintar, lebih baik saya gedein kasus ini menjadi kasus selebrasi supaya aku tetap diingat sebagai orang yang punya integritas," tandasnya.
Rocky tidak menutup mata bila Mahfud juga mempunyai ambisi politik. Namun poinnya, Mahfud mengingatkan transaksi Rp 349 triliun itu ada masalah besar bagi bangsa ini.
"Di situ dia sebagai negarawan merangkap whistleblower. Mahfud cukup paham lika liku politik di DPR. Kalau Mahfud dipanggil ke DPR akan menjadi panggung politik Mahfud dan komisi III," analisanya.
Gedor Kesadaran Publik
Dalam kasus ini, Rocky menduga awalnya PPATK melaporkan transaksi mencurigakan ke Kemenkeu tak ada reaksi, akhirnya kepala PPATK memilih melalui Mahfud MD sebagai corong. "Ini upaya yang bagus dari Ivan dan Pak Mahfud untuk gedor kesadaran publik," kata pria yang dulu akrab dengan Gus Dur itu.
Menurutnya Mahfud menyadari dalam kasus ini, risiko dirinya bakal dicaci segala macem. "Ini adalah hal yang seksi yang perlu diungkap. Keseksian itu dia tahu karena Ivan melaporkan secara jujur ke dia dan didalamnya ada potensi pidana pencucian uang," ujarnya.
Akhirnya, lanjut Rocky Menteri Keuangan Sri Mulyani kebakaran jenggot. "Bukan kebakaran jenggot, Bu Sri Mulyani tidak memiliki jenggot," ujarnya berkelakar.
Rocky Gerung juga mempertanyakan sikap DPR yang lebih mempermasalahkan Ivan dalam teknis pelaporan dan Mahfud MD yang mengungkap data ke publik."Terkait adanya dugaan korupsi di pajak dan bea cukai, kenapa DPR tidak mempersoalkan lebih jauh Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan). Jadi agak norak bila DPR mencari-mencari kesalahan Mahfud, padahal Mahfud tahu apa yang diucapkan itu yang ditunggu oleh publik," pungkasnya.(*)