KETIK, PACITAN – Pemerintah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur melalui Dinas Perdagangan dan Ketenagakerjaan (Disdagnaker) mengusulkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2024 sebesar Rp2.193.124,08. Angka tersebut naik 1,6 persen atau Rp35.853,83 dari UMK 2023 sebesar Rp2.157.270,25.
Kepala Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disdagnaker Pacitan, Supriyono mengatakan, usulan UMK tersebut telah disampaikan ke Dewan Pengupahan. Selanjutnya, Dewan Pengupahan akan melakukan pembahasan dan menetapkan UMK 2024.
"Kemarin kami telah mengusulkan, dengan formula UMK 2023 + nilainya penyesuaian, jadi pengusulan UMK 2024, nilainya sekitar Rp2.193.124,08, ada kenaikan sekitar 1,6 persen atau kalau dirupiahkan Rp35.853,83. Itu menggunakan Alfa 03," kata Supriyono, Sabtu (25/11/2023).
Menurut Supriyono, usulan UMK 2024 tersebut telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Upah Minimum. Dalam peraturan tersebut, UMK ditetapkan berdasarkan rata-rata konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi.
"Untuk usulan UMK di Pacitan itu harus mendasar menggunakan pada PP 51 tahun 2023. Bilamana UMK 2023 itu lebih besar, itu kami menggunakan pasal 26a ayat satu, kita tahun UMK 2023 adalah Rp2.157.270,25. Nah setelah kami hitung nilai rata-rata konsumsi rumah tangga, hasilnya Rp1.992.189,52," jelas Supriyono.
Supriyono menambahkan, UMK 2024 hanya berlaku bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Sementara itu, pekerja dengan masa kerja satu tahun ke atas akan mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur yang ditetapkan sebesar Rp2.165.244,30.
"Perlu diketahui bahwasanya untuk UMK ini diberlakukan untuk pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Seperti apa masa kerja kurang dari satu tahun itu seperti mungkin pekerja borongan, gambarannya seperti proyeknya pemerintah. Yang kiranya 5-6 bulan selesai," papar Supriyono.
Bagi perusahaan yang enggan membayar upah sesuai UMK hingga mengajukan penangguhan kenaikan. Bagaimana pun pihaknya tetap diwajibkan untuk membayar pekerja sebesar yang sudah ditetapkan.
Umumnya, perusahaan sudah mengikat karyawannya dengan perjanjian kerja berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Hal itu dilakukan untuk menemui titik kesepakatan antara pekerjaan dan upah yang diberikan.
"Salah satu contoh ada perusahaan rokok agar bisa mencapai UMK, kan pekerjanya juga harus dituntut memenuhi target dari perusahaan. Tinggal perjanjiannya itu, jika tidak memenuhi target penghitungan di perusahaan dapat berapa," pungkas Supriyono. (*)