Ulama dan Akademisi Kecam Larangan BPIP Soal Paskibra Berhijab

Jurnalis: Iwa AS
Editor: Akhmad Sugriwa

15 Agustus 2024 04:44 15 Agt 2024 04:44

Thumbnail Ulama dan Akademisi Kecam Larangan BPIP Soal Paskibra Berhijab Watermark Ketik
Ketua STAI Yapata Al Jawami Bandung, Prof Dr.H Deding Ishak SH ,MM. (Foto: DPR RI)

KETIK, BANDUNG – Ketua STAI Yapata Al Jawami Bandung, Prof Dr.H Deding Ishak SH ,MM menyatakan larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merupakan tindakan yang tak bijak, tak adil, dan tak beradab.  

Pernyataan Prof Deding Ishak ini sependapat dan memperkuat pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr KH.Cholil Nafis Phd sebelumnya.

Menurut Deding, Negara bahkan sudah menjamin setiap warganya untuk beribadat sesuai agama dan keyakinannya.

"Tindakan BPIP itu bahkan malah menjadi tidak Pancasilais dan inkonstitusional, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, dan ayat 2 pasal 29 UUD 1945," tandas Deding dalam keterangan resminya, Kamis (15/8/2024).

Guru Besar Ilmu Kebijakan Pendidikan STAI Yapata Al-Jawami Bandung ini  menambahkan, menggunakan jilbab justru dalam rangka mengamalkan ajaran agama dan ini dijamin oleh konstitusi.

"Ini kok malah  dinegasikan. Kami minta presiden selaku kepala negara dan kepala  pemerintahan mengevaluasi Kepala BPIP yang selalu mengeluarkan pernyataan kontroversial dan kontra produktif yang berbahaya serta menimbulkan kegaduhan," tegas Deding.

Hal ini menurutnya juga merugikan citra pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin, yang ingin solf lending husnul khotimah di hadapan Allah, yang tentunya memberikan legacy yang baik, sehingga dikenang bangsa ini.

Secara objektif Deding menilai, sudah banyak yang telah dkerjakan oleh Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dengan nilai baik dalam rangka kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. 

"Tapi juga kok aneh, masih ada oknum pejabat di bawah presiden yang bikin statement  dan kebijakan yang justru bertentangan dan secara tidak sadar melawan visi kebijakan, program pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin," ungkapnya.

Dengan demikian Deding menilai BPIP telah melanggar aturan BPIP sendiri, yaitu Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII Tata Pakaian dan Sikap Tampang Paskibraka.

Dalam bab tersebut, kelengkapan dan atribut Paskibraka antara lain setangan leher merah putih; sarung tangan warna putih; kaos kaki warna putih; ciput warna hitam (untuk putri berhijab);sepatu pantofel warna hitam; dan tanda kecakapan/kendit.

Namun, Peraturan BPIP ini 'disunat' oleh Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Tampang Paskibraka. 

Pada poin 4, pakaian ciput bagi yang berjilbab dihilangkan, sehingga poin kelengkapan dan atribut Paskibraka hanya 5 poin.

"Sungguh naif, argumen Kepala BPIP itu. Dalam pernyataan kepala BPIP yang menyebutkan pelepasan jilbab hanya pada saat mengibarkan bendera," sambungnya. 

Deding menyatakan pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi tersebut sangat menyakitkan karena telah bermain-main dengan ajaran agama. 

Lebih dari itu pernyataan tersebut juga  merupakan bentuk pemaksaan untuk penyeragaman. Bertentangan dengan  frase kebebasan beragama .

Deding menandaskan, aturan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya yaitu Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum.

"Saya heran, di  akhir jabatan Pak Jokowi ini banyak yang aneh-aneh. Patut diduga ada kekuatan di luar pemerintah. Ada faktor eksternal yang terus mendesakkan kepentingannya. Ini sangat berbahaya karena akan meruntuhkan kredibilitas pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin," beber Deding.

Paskibraka yang berhijab, harus bertanda tangan persetujuan tak memakai jilbab saat mengibarkan bendera dan kalau masih memakai atribut keagamaan, maka tak boleh ikut mengibarkan bendera. 

"Ini diskriminasi! Sebuah tindakan yang bertentangan dengan HAM dan Pancasila," tegas Deding.

Padahal,  dari sila pertama Pancasila itu Ketuhanan yang Maha Esa, artinya seluruh warga bangsa berhak dan  dijamin negara  untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing sesuai dengan keyakinan. Hal ini juga sebagaimana termaktub dalam Pasal 28E UUD 1945 yang menegaskan jaminan kebebasan beragama.(*)

Tombol Google News

Tags:

deding ishak Paskibra hijab Jilbab pancasil uud 1945 BPIP