KETIK, MALANG – Universitas Brawijaya (UB) telah meresmikan International Lounge yang berisikan layanan UPT International Academic Affairs (International Office), UPT Reputasi, WCU, dan Immigration Services pada Kamis (12/10/2023). Hal tersebut menjadi langkah inovatif untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa asing UB terutama dalam mengakses layanan keimigrasian.
Prof. Widodo selaku Rektor UB menjelaskan, peresmian tersebut akan menjadi aset penting bagi universitas bergengsi di Indonesia itu. Terlebih banyak pihak dari luar negeri yang mulai melirik perguruan tinggi di Indonesia untuk menjalin kerjasama.
"Kita melihat bahwa perguruan tinggi di Indonesia, salah satunya Universitas Brawijaya dianggap memiliki daya tarik tinggi untuk dijadikan tempat belajar. Juga untuk berkolaborasi entah di bidang pendidikan, riset, dan kerjasama lainnya," ujar Prof. Widodo.
Peluang tersebut tentunya harus ditangkap dan diimbangi dengan pelayanan yang baik. Ia berharap dengan dibukanya layanan imigrasi di International Lounge dapat meningkatkan daya tarik Universitas Brawijaya di kancah internasional.
"Kalau diimbangi dengan servis yang mudah pasti akan berjalan baik. Ini akan meningkatkan daya tarik orang luar negeri yang datang ke kita. Harapannya mereka yang datang tidak hanya sekadar mencari perlindungan. Namun untuk berkontribusi dalam proses pembangunan dan membesarkan kemajuan yang ada di Indonesia," sambungnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Malang Galih Priya Kartika menjelaskan UB menjadi kampus pertama yang memberikan ruangan khusus bagi pelayanan keimigrasian di kampus. Sebagai salah satu kampus denhan jumlah mahasiswa asing terbanyak di wilayah Kanim Malang, tentu memberikan privilese bagi mahasiswa asing di UB.
"Pertama kali di UB kita disediakan ruangan permanen. Sedangkan layanan kami berupa Eazy Intal pernah dilakukan di Universitas Negeri Malang (UM). Di wilayah kita ada sekitar 112 kampus, sekolah, maupun pondok pesantren dan 45 di antaranya memiliki pelajar asing. Namun hanya 8 yang punya international office termasuk UB," jelas Galih.
Adanya international office diharapkan mampu mengatasi peristiwa pelanggaran keimigrasian. Menurut Galih, 29 persen pelanggaran keimigrasian disebabkan ketidaktahuan atas informasi.
"Saatnkita cek ternyata di kampus mereka tidak ada international office. Artinya mungkin mereka tidak terurus dengan benar, bisa karena over stay, dan lainnya. Kita berikan privilese inovasi layanan itu terbatas pada kampus yang punya internasional office. Agar kampus lainnya bikin internasional office yang sama," tuturnya.
Galih juga berharap melalui kerjasama antara Kantor Imigrasi dengan UB dapat menjadi pionir kolaborasi di berbagai bidang, seperti penelitian dan pendidikan. (*)